TAQWA DARI
FUJUR - 2. GHADAB
FUJUR -2. GHADAB
Dalam bahasa Arab Ghadab artinya marah. Pengertian ghadab adalah perasaaan memberontak dalam menghadapi sesuatu yang tidak disenangi atau tidak sesuai dengan kemauannya. Hasil Pencarian kata ghadab di dalam Al Quran ditemukan 24 kata di 21 ayat, sedangkan kata kadhama ditemukan 6 kata di 6 ayat.
Orang Yang Bertaqwa Adalah Orang Yang Menahan Amarahnya Dan Memaafkan (Kesalahan) Orang
Di dalam Al Quran Surat Ali 'Imran/ 3: 134, Allah memberikan penjelasan bahwa sebagian dari tanda orang yang bertaqwa adalah orang yang dapat menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain;
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ, والَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Artinya: Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.(QS. Ali 'Imran/ 3: 133-134)
Apa Yang Dapat Menjauhkanku Dari Murka Allah Azza Wa Jalla?" Beliau Menjawab: "Janganlah Kamu Marah.
Di dalam kitab Musnad Ahmad hadits nomor 6346 dikemukakan pernyataan Rasulullah SAW, bahwa beliau menjelaskan menjaga marah dapat menjauhkan dari murka Allah Azza wa Jalla;
حَدَّثَنَا حَسَنٌ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ حَدَّثَنَا دَرَّاجٌ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّهُ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَاذَا يُبَاعِدُنِي مِنْ غَضَبِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ لَا تَغْضَبْ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami [Hasan] telah menceritakan kepada kami [Ibnu Lahi'ah] telah menceritakan kepada kami [Darroj] dari [Abdurrahman bin Jubair] dari [Abdullah bin 'Amru], ia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'Aliahi Wasallam: "Apa yang dapat menjauhkanku dari murka Allah Azza wa Jalla?" Beliau menjawab: "Janganlah kamu marah." (HR. Ahmad: 6346)
Menjaga Diri Dari Marah Dapat Menghalangi Diri Dari Murka Allah Azza wa Jalla
Di dalam kitab Shahih Ibnu Hibban 296 juga dijelaskan bahwa menjaga diri dari marah dapat menghalangi diri dari murka Allah Azz awa Jalla;
أَخْبَرَنَا أَبُو يَعْلَى الْمَوْصِلِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عِيسَى الْمِصْرِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ، عَنْ دَرَّاجٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا يَمْنَعُنِي مِنْ غَضَبِ اللهِ؟ قَالَ: لاَ تَغْضَبْ.
Artinya: Abu Ya'la Al Maushili mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Isa Al Mashri menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dia berkata: Amru bin Al Harits mengabarkan kepadaku, dari Darraj dari Abdurahman bin Jubair dari Abdullah bin Amru, dia berkata: Aku bertanya, “Wahai Rasulullah! Apa yang bisa menghalangi aku dari murka Allah?” Beliau menjawab, “Jangan marah.” (HR. Ibnu Hibban: 296)
Tidaklah Seorang Hamba Menahan Sesuatu Yang Lebih Utama Di Sisi Allah Daripada Menahan Amarah
Di dalam kitab Musnad Ahmad 5840, dijelaskan bahwa Tidaklah seorang hamba menahan sesuatu yang lebih utama di sisi Allah daripada menahan amarah;
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَاصِمٍ عَنْ يُونُسَ بْنِ عُبَيْدٍ أَخْبَرَنَا الْحَسَنُ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا تَجَرَّعَ عَبْدٌ جَرْعَةً أَفْضَلَ عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ جَرْعَةِ غَيْظٍ يَكْظِمُهَا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ تَعَالَى
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Ashim dari Yunus bin Ubaid telah mengabarkan kepada kami Hasan dari Ibnu Umar dia berkata: Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah seorang hamba menahan sesuatu yang lebih utama di sisi Allah daripada menahan amarah. Ia menahannya karena mencari ridho Allah Ta'ala."(HR. Ahmad: 5840)
Di masyarakat masih banyak yang memahami bahwa emosi adalah marah dan marah adalah emosi, disatu sisi benar bahwa marah adalah bagian dari emosi, tetapi di sisi lain kurang benar karena emosi bukan hanya marah saja, tetapi semua ungkapan perasaan adalah emosi. Sedangkan ungkapan perasaan marah bentuknya beraneka ragam, disini ungkapan marah dikelompokkan dalam tiga tingkatan, yaitu;
1. Ekspresif (174 – 168)
Adalah perasaan marah yang diungkapkan dengan nyata, karena berani/punya kuasa, seperti; suara meninggi, bentak-bentak, mengumpat, menghardik, melempar barang, menendang, memukul, menantang, menghina, mengejek, mencibir, demontrasi, mengancam, memaksa, menyalahkan orang lain, dll. Di masyakat masih ada anggapan bahwa emosi/marah itu hanya di kelompok ini.
2. Semi Ekpresif (167-160)
Adalah perasaan marah yang diungkapkan dengan kurang nyata, karena kurang berani/tidak punya kuasa, seperti: menunjukkan kemarahan dengan isyarat, melotot, merobek, meremas kertas, tangan menggenggam, membuat tulisan/coretan, membuat photo kemarahan, membuat status kemarahan, ngambeg, nggrundel, mengerjakan dengan grusa-grusu, membuat sindiran, berdehem, meludah, minggat, mencari kambing hitam, membuang muka dll
3. Non Ekspresif (159-150)
Adalah perasaan marah yang dipendam dan tidak berani mengungkapkannya karena tidak berani/takut, seperti: diam, menolak, nggak mau akur, jengkel, kesal, dongkol, dendam, melengos, bermuka masam, menghindar, membenci, memusuhi,
Pada dasarnya semua marah bernilai tidak baik bagi pelakunya dan orang lain, karena dapat mengurangi agamanya.
Marah Itulah Pemangkas Yang Akan Memangkas Agama
Rasulullah Muhammad SAW memberikan penjelasan bahwa marah dapat memangkas agama , dimuat di dalam kitab Musnad Ahmad hadits nomor 1338;
حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَنْبَأَنَا هِشَامٌ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ يَعِيشَ بْنِ الْوَلِيدِ بْنِ هِشَامٍ وَأَبُو مُعَاوِيَةَ شَيْبَانُ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ يَعِيشَ بْنِ الْوَلِيدِ بْنِ هِشَامٍ عَنِ الزُّبَيْرِ بْنِ الْعَوَّامِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَبَّ إِلَيْكُمْ دَاءُ الْأُمَمِ قَبْلَكُمْ الْحَسَدُ وَالْبَغْضَاءُ وَالْبَغْضَاءُ هِيَ الْحَالِقَةُ حَالِقَةُ الدِّينِ لَا حَالِقَةُ الشَّعَرِ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَفَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِشَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami [Yazid bin Harun] telah memberitakan kepada kami [Hisyam] dari [Yahya bin Abu Katsir] dari [Ya'isy bin Al Walid bin Hisyam], dan [Abu Mu'awiyah Syaiban] dari [Yahya bin Abu Katsir] dari [Ya'isy bin Al Walid bin Hisyam] dari [Zubair bin Awwam radliallahu 'anhu] berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Telah menyebar diantara kalian penyakit orang-orang sebelum kalian yaitu dengki dan marah. Marah itulah pemangkas yang akan memangkas agama bukan memangkas rambut. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tanganNya, tidaklah kalian beriman sehingga kalian saling mencintai, maukah aku beritahukan kepada kalian sesuatu yang jika kalian lakukan pasti kalian akan saling mencintai, yaitu sebarkanlah salam diantara kalian." (Ahmad: 1338)
Menahan Marah Adalah Suatu Yang Sangat Penting Untuk Dilakukan
Di dalam kitab Musnad Ahmad 22056 Rasulullah memberi nasehat untuk tidak marah dan nasehat itu disampaikan hingga berulang-ulang, pengulangan tersebut menunjukkan pentingnya menahan marah untuk dilakukan;
حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ الْأَحْنَفِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ أَخْبَرَنِي ابْنُ عَمٍّ لِي قَالَ قُلْتُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْ لِي قَوْلًا وَأَقْلِلْ لَعَلِّي أَعْقِلُهُ قَالَ لَا تَغْضَبْ قَالَ فَعُدْتُ لَهُ مِرَارًا كُلُّ ذَلِكَ يَعُودُ إِلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَغْضَبْ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Husain bin Muhammad telah mengabarkan kepada kami Ibnu Abi Az Zinad dari ayahnya dari 'Urwah dari Al Ahnaf bin Qais berkata; Telah mengabarkan kepadaku keponakanku, ia berkata; Aku berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam: Wahai Rasulullah! Sampaikanlah suatu perkataan padaku dan peringkaslah mudah-mudahan aku memahaminya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Jangan marah." Lalu aku mengulanginya berkali-kali, semuanya dibalas Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam dengan sabda: "Jangan marah."(HR. Ahmad: 22056)
Belum Bertaqwa Jika Belum dapat Menjaga Diri Dari Marah
Di dalam kitab Hilyatul Aulia Atsar nomor 13464, disebutkan bahwa belum bertaqwa seseorang bila belum dapat menjaga diri dari marah;
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ مَالِكٍ , ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ , حَدَّثَنِي بَيَانُ بْنُ الْحَكَمِ , ثنا مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ , ثنا بِشْرُ بْنُ الْحَارِثِ , ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ , عَنْ حُصَيْنٍ، عَنْ بَكْرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْمُزَنِيُّ , قَالَ: «لَا يَكُونُ الْعَبْدُ تَقِيًّا حَتَّى يَكُونَ تَقِيَّ الْغَضَبِ»
Artinya: Telah menceriterakan kepada kami Abu Bakr Ibn Malik, telah memceriterakan kepada kami Ahmad Ibnu hambal, telah memceriterakan kepada kami Bayan ibnu Al Hakim, telah memceriterakan kepada kami Muhammad Ibnu Hatim, telah memceriterakan kepada kami Bisyr ibnu Al Harits, telah memceriterakan kepada kami Abdullah ibnu Idris, dari Hushain, dari Bakr ibnu Abdillah Al Muzani berkata: “Seorang hamba belum menjadi seorang yang bertaqwa hingga dapat menjaga diri dari marah.”
Sekarang kita perhatikan bagaimana sikap ghadab; marah para Nabi ketika menghadapi kesulitan yang di hadapi saat menyerukan risalah yang dibawanya dan mengajak umatnya untuk hanya menyembah kepada Allah SWT saja.
1. NABI YUNUS AS
Di dalam Al Quran surat Al-Anbiya'/21: 87, digambarkan bahwa nabi Yunus meninggalkan umatnya dalam keadaan ghadab; marah kepada umatnya karena tidak mengikuti seruannya;
وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
Artinya: Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: "Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim".(QS. Al-Anbiya'/21: 87)
Di dalam Al Quran surat Al-Qalam/ 68: 48, juga digambarkan bahwa nabi Yunus ketika berada di dalam perut ikan, berdoa menyeru Allah dalam keadaan makdhum; marah;
فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تَكُنْ كَصَاحِبِ الْحُوتِ إِذْ نَادَى وَهُوَ مَكْظُومٌ
Artinya: Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya).(QS. Al-Qalam/ 68: 48)
2. NABI NUH AS
Di dalam Al Quran surat Nuh/ 71: 26-27 tergambar kemarahan Nabi Nuh dalam doanya untuk membinasakan semua orang kafir;
وَقَالَ نُوحٌ رَبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا, إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوا عِبَادَكَ وَلَا يَلِدُوا إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا
Artinya: Nuh berkata: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi, Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir.(QS. Nuh/ 71: 26-27)
3. NABI MUSA AS
Di dalam Al Quran surat Taha/ 20: 86, digambarkan kemarahan Nabi Musa kepada kaumnya;
فَرَجَعَ مُوسَىٰ إِلَىٰ قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفًا قَالَ يَا قَوْمِ أَلَمْ يَعِدْكُمْ رَبُّكُمْ وَعْدًا حَسَنًا أَفَطَالَ عَلَيْكُمُ الْعَهْدُ أَمْ أَرَدتُّمْ أَن يَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبٌ مِّن رَّبِّكُمْ فَأَخْلَفْتُم مَّوْعِدِي
Artinya: Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Berkata Musa: "Hai kaumku, bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagimu atau kamu menghendaki agar kemurkaan dari Tuhanmu menimpamu, dan kamu melanggar perjanjianmu dengan aku?". (QS. Taha/ 20: 86)
Sedangkan di dalam Al Quran surat Yunus/ 10: 88, tergambar kemarahan Nabi Musa kepada Firaun dalam doanya untuk membinasakan harta benda Firaun dan mengunci mati hatinya serta serta menjadikannya tidak beriman hingga merasakan adzab-Nya;
وَقَالَ مُوسَى رَبَّنَا إِنَّكَ آتَيْتَ فِرْعَوْنَ وَمَلَأَهُ زِينَةً وَأَمْوَالًا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا رَبَّنَا لِيُضِلُّوا عَنْ سَبِيلِكَ رَبَّنَا اطْمِسْ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُوا حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الْأَلِيمَ
Artinya: Musa berkata: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan Kami -- akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih".(QS. Yunus/ 10: 88)
4. NABI MUHAMMAD SAW
Di dalam syariat umat nabi Muhammad diperintahkan untuk bersabar terhadap ketentuan Allah, sehingga tidak berdoa menyeru Allah dalam keadaan ghadab; marah, sebagaimana Nabi Yunus ketika berada di dalam perut ikan berdoa menyeru Allah dalam keadaan ghadab; marah, yang digambarkan di dalam Al Quran surat Al-Qalam/ 68: 48;
فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تَكُنْ كَصَاحِبِ الْحُوتِ إِذْ نَادَى وَهُوَ مَكْظُومٌ
Artinya: Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya).(QS. Al-Qalam/ 68: 48)
Sedangkan di dalam Al Quran Surat Asy Syura/ 42: 37: digambarkan bahwa di antara kepribadian orang beriman adalah jika ada orang marah kepadanya, mereka memberi maaf;
وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ
Artinya: Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. (QS. Asy Syura/ 42: 37)
Ya Allah, Ampunilah Kaumku! Sesungguhnya Mereka Adalah Orang-Orang Yang Tidak Mengetahui
Di dalam kitab Musnad Ahmad hadits nomor 4103 tergambar bahwa Rasulullah SAW justru berdoa memohonkan ampunan terhadap orang yang marah kepada beliau;
حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ قَالَ أَخْبَرَنَا عَاصِمُ بْنُ بَهْدَلَةَ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ تَكَلَّمَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ كَلِمَةً فِيهَا مَوْجِدَةٌ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ تُقِرَّنِي نَفْسِي أَنْ أَخْبَرْتُ بِهَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَوَدِدْتُ أَنِّي افْتَدَيْتُ مِنْهَا بِكُلِّ أَهْلٍ وَمَالٍ فَقَالَ قَدْ آذَوْا مُوسَى عَلَيْهِ الصَّلَاة وَالسَّلَامُ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَصَبَرَ ثُمَّ أَخْبَرَ أَنَّ نَبِيًّا كَذَّبَهُ قَوْمُهُ وَشَجُّوهُ حِينَ جَاءَهُمْ بِأَمْرِ اللَّهِ فَقَالَ وَهُوَ يَمْسَحُ الدَّمَ عَنْ وَجْهِهِ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami 'Affan telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah ia berkata; telah mengabarkan kepada kami 'Ashim bin Bahdalah dari Abu Wa`il dari Ibnu Mas'ud ia berkata, "Seseorang laki-laki Anshar mengucapkan satu kalimat yang menandakan adanya kemarahan kepada Nabi ﷺ, dan aku merasa tidak nyaman untuk mengabarkannya kepada Nabi ﷺ. Sungguh, ingin sekali aku menebus kesalahan itu dengan semua keluarga dan hartaku. Beliau mengatakan: "Mereka telah menyakiti Musa Alaihi shalatu wassalam lebih dari itu, namun ia bersabar." Kemudian beliau juga mengabarkan, bahwa ada seorang Nabi yang didustakan oleh kaumnya, kaum tersebut memukulnya saat ia datang dengan membawa agama Allah, " Ibnu Mas'ud berkata, "Seraya beliau mengusap wajahnya dengan berkata: "Ya Allah, ampunilah kaumku! Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tidak mengetahui."(HR. Ahmad: 4103)
Ya Allah, Aku Hanyalah Muhammad, Seorang Manusia Yang Bisa Marah Sebagaimana Manusia Yang Lain. Sesungguhnya Aku Telah Membuat Perjanjian Dengan-Mu Yang Engkau Cela, Atau Aku Cambuk, Hendaklah Hal Itu Engkau Gantikan Untuknya Sebagai Penghapus Dosa
Di dalam kitab Shahih Muslim hadits nomor 4708, digambarkan bahwa Rasulullah Muhammad SAW, adalah seorang manusia yang bisa marah sebagaimana manusia yang lain. Sesungguhnya aku telah membuat perjanjian dengan-Mu yang Engkau cela, atau aku cambuk, hendaklah hal itu Engkau gantikan untuknya sebagai penghapus dosa..;
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ سَالِمٍ مَوْلَى النَّصْرِيِّينَ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُا, سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنَّمَا مُحَمَّدٌ بَشَرٌ يَغْضَبُ كَمَا يَغْضَبُ الْبَشَرُ وَإِنِّي قَدْ اتَّخَذْتُ عِنْدَكَ عَهْدًا لَنْ تُخْلِفَنِيهِ فَأَيُّمَا مُؤْمِنٍ آذَيْتُهُ أَوْ سَبَبْتُهُ أَوْ جَلَدْتُهُ فَاجْعَلْهَا لَهُ كَفَّارَةً وَقُرْبَةً تُقَرِّبُهُ بِهَا إِلَيْكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id; Telah menceritakan kepada kami Laits dari Sa'id bin Abu Sa'id dari Salim -budak- dari suku Nashr dia berkata; Aku mendengar Abu Hurairah berkata; Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: " tidak akan menyelisihinya. Maka mukmin mana saja yang pernah aku sakiti, atau aku Ya Allah, aku hanyalah Muhammad, seorang manusia yang bisa marah sebagaimana manusia yang lain. Sesungguhnya aku telah membuat perjanjian dengan-Mu yang Engkau cela, atau aku cambuk, hendaklah hal itu Engkau gantikan untuknya sebagai penghapus dosa dan pengorbanan yang dengannya mereka bisa mendekatkan diri kepada-Mu pada hari kiamat kelak."(QS. Muslim: 4708)
Kepada Siapa Hendak Engkau Serahkan Nasibku? Kepada Orang Jauhkah Yang Berwajah Muram Kepadaku? Atau Kepada Musuh Yang Akan Menguasai Diriku? Asalkan Engkau Tidak Murka Kepadaku
Di dalam kitab Doa Thabarani nomor 1128, digambarkan kondisi Rasulullah ketika hijrah ke Thaif, tetapi mendapat penolakan dari penduduk Thaif dengan cara melempari batu untuk mengusirnya, tetapi Rasulullah tidak marah kepada mereka;
حدثنا القاسم بن الليث أبو صالح الرسعني ، ثنا محمد بن عثمان أبي صفوان الثقفي ، ثنا وهب بن جرير بن حازم ، ثنا أبي ، عن محمد بن إسحاق ، عن هشام بن عروة ، عن أبيه ، عن عبد الله بن جعفر ، قال : لما توفي أبو طالب خرج النبي صلى الله عليه وسلم إلى الطائف ماشيا على قدميه ، فدعاهم إلى الإسلام فلم يجيبوه ، فانصرف فأتى ظل شجرة فصلى ركعتين ، ثم قال : « اللهم إليك أشكو ضعف قوتي ، وقلة حيلتي ، وهواني على الناس ، أرحم الراحمين ، أنت أرحم الراحمين ، إلى من تكلني ، إلى عدو يتجهمني أو إلى قريب ملكته أمري ، إن لم تكن غضبان علي فلا أبالي ، غير أن عافيتك أوسع لي ، أعوذ بنور وجهك الذي أشرقت له الظلمات ، وصلح عليه أمر الدنيا والآخرة ، أن تنزل بي غضبك أو تحل علي سخطك ، لك العتبى حتى ترضى ، ولا حول ولا قوة إلا بك »
Artinya: Telah bercerita kepada kami Al Qasim ibnu Al Laits Abu Shalih Ar Ras’ani, Telah bercerita kepada kami Muhammad Ibnu Utsman Abi Sufyan As Saqafi, Telah bercerita kepada kami Wahab Ibnu Jarir Ibnu Hazim, Telah bercerita kepada kami Bapakku, dari Muhammad Ibnu Ishaq, dari Hisyam Ibnu ‘Urwah, dari Bapaknya, dari Abdullah Ibnu Ja’far, berkata; Ketika Abu Thalib Telah meninggal duni Nabi Muhammad keluar menuju Thaif dengan berjalan kaki, Nabi menyeru kepada mereka untuk menerima islam tetapi mereka tidak menyambutnya, maka beliau meninggalkannya dan ketika berteduh di bawah pohon beliau shalat dua rekaat, kemudian beliau berdoa: "Kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kekurangan daya upayaku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Mahapenyayang, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah dan Tuhan pelindungku. Kepada siapa hendak Engkau serahkan nasibku? Kepada orang jauhkah yang berwajah muram kepadaku? Atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli. Sebab, sungguh luas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada cahaya Wajah-Mu yang menyinari kegelapan, dan karena itu yang membawa kebaikan di dunia dan akhirat, (aku berlindung) dari kemurkaan-Mu. Kepada Engkaulah aku adukan halku sehingga Engkau ridha kepadaku. Dan, tiada daya dan upaya melainkan dengan kehendak-Mu.”(HR. Thabarani: 1128)
Sesungguhnya Yang Paling Taqwa Dan Paling Mengerti Tentang Allah Diantara Kalian Adalah Aku
Di dalam kitab Shahih Bukhari hadits nomor 19, tergambar bahwa wajah Rasulullah tampak marah ketika ada sesorang sahabat yang perkataannya membuat Rasulullah marah, tetapi Rasulullah tetap mampu mengendalikan qalbunya sehingga tetap dapat mengucapkan perkataan yang bernilai sebagai pelajaran; “Sesungguhnya yang paling taqwa dan paling mengerti tentang Allah diantara kalian adalah aku”;
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَامٍ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدَةُ عَنْ هِشَامٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ, كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَمَرَهُمْ أَمَرَهُمْ مِنْ الْأَعْمَالِ بِمَا يُطِيقُونَ قَالُوا إِنَّا لَسْنَا كَهَيْئَتِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ قَدْ غَفَرَ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ فَيَغْضَبُ حَتَّى يُعْرَفَ الْغَضَبُ فِي وَجْهِهِ ثُمَّ يَقُولُ إِنَّ أَتْقَاكُمْ وَأَعْلَمَكُمْ بِاللَّهِ أَنَا
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Salam berkata, telah mengabarkan kepada kami 'Abdah dari Hisyam dari bapaknya dari Aisyah berkata: "Rasulullah ﷺ bila memerintahkan kepada para sahabat, Beliau memerintahkan untuk melakukan amalan yang mampu mereka kerjakan, kemudian para sahabat berkata; "Kami tidaklah seperti engkau, ya Rasulullah, karena engkau sudah diampuni dosa-dosa yang lalu dan yang akan datang". Maka Beliau ﷺ menjadi marah yang dapat terlihat dari wajahnya, kemudian bersabda: "Sesungguhnya yang paling taqwa dan paling mengerti tentang Allah di antara kalian adalah aku".(HR. Bukhari: 19)
Rasulullah dalam keadaan menahan marahnya bersabda "Sesungguhnya yang paling taqwa dan paling mengerti tentang Allah di antara kalian adalah aku", bukanlah menggambarkan kesombongan yang terucap dalam keadaan marahannya, melainkan untuk memberikan gambaran bahwa Rasulullah meskipun dosanya telah diampuni tetapi Beliau adalah orang yang paling bertaqwa; paling taat melaksanakan perintah Allah karena Beliau juga yang paling mengenal Allah. meskipun Rasulullah mengucapkan kalimat tersebut dalam keadaan marah, tetapi yang terucap tetap terkendali dan mengandung hikmah, karena Rasulullah mampu mengendalikan marah.
Di dalam kitab Shahih Bukhari hadits nomor 661, tergambar bahwa Rasulullah sangat marah terhadap imam shalat jamaah yang memanjangkan bacaannya, sehingga ada seseorang yang makmum yang mengakhiri shalatnya sendiri karena panjangnya bacaan shalat imam;
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ قَالَ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ سَمِعْتُ قَيْسًا قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو مَسْعُودٍ, أَنَّ رَجُلًا قَالَ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي لَأَتَأَخَّرُ عَنْ صَلَاةِ الْغَدَاةِ مِنْ أَجْلِ فُلَانٍ مِمَّا يُطِيلُ بِنَا فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَوْعِظَةٍ أَشَدَّ غَضَبًا مِنْهُ يَوْمَئِذٍ ثُمَّ قَالَ إِنَّ مِنْكُمْ مُنَفِّرِينَ فَأَيُّكُمْ مَا صَلَّى بِالنَّاسِ فَلْيَتَجَوَّزْ فَإِنَّ فِيهِمْ الضَّعِيفَ وَالْكَبِيرَ وَذَا الْحَاجَةِ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus berkata, telah menceritakan kepada kami Zuhair berkata, telah menceritakan kepada kami Isma'il berkata, "Aku mendengar Qais berkata, telah mengabarkan kepada ku Abu Mas'ud bahwa ada seseorang berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah! Aku mengakhirkan shalat shubuh berjama'ah karena fulan yang memanjangkan bacaan dalam shalat bersama kami." Maka aku belum pernah melihat Rasulullah ﷺ marah dalam memberi pelajaran melebihi marahnya pada hari itu. Beliau kemudian bersabda: "Sungguh di antara kalian ada orang yang dapat menyebabkan orang lain berlari memisahkan diri. Maka bila seseorang dari kalian memimpin shalat bersama orang banyak hendaklah dia melaksanakannya dengan ringan. Karena di antara mereka ada orang yang lemah, lanjut usia dan orang yang punya keperluan."(HR. Bukhari : 661)
Dari hadits di atas diketahui bahwa kemarahan Rasulullah tetap terkendali dan masih dapat memberikan pelajaran yang baik, yakni: bila seseorang dari kalian memimpin shalat bersama orang banyak hendaklah dia melaksanakannya dengan ringan. Karena di antara mereka ada orang yang lemah, lanjut usia dan orang yang punya keperluan. Dengan demikian kita ketahui bahwa marah tidak dapat dihilangkan dari diri manusia tetapi kemunculannya harus dikendalikan.
Rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya untuk mengendalikan diri dari marah, berikut adalah cara-cara mengendalikan marah yang diajarkan Rasulullah;
1. Memahami Keburukan Marah
Sangat penting memahami keburukan marah agar kita mau berusaha secra maksimal untuk mengendalikan diri dari marah, adapun keburukan dari marah antara lain sebagai berikut;
a. Marah Menyatukan Seluruh Keburukan
Di dalam kitab Musnad Ahmad hadits nomor 22088, dijelaskan bahwa marah menyatukan seluruh keburukan;
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوْصِنِي قَالَ لَا تَغْضَبْ قَالَ قَالَ الرَّجُلُ فَفَكَّرْتُ حِينَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا قَالَ فَإِذَا الْغَضَبُ يَجْمَعُ الشَّرَّ كُلَّهُ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami ['Abdur Razzaq] telah mengabarkan kepada kami [Ma'mar] dari [Az Zuhri] dari [Humaid bin 'Abdur Rahman] dari [seorang] sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam berkata; Wahai Rasulullah! Berwasiatlah padaku. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Jangan marah." Orang itu berkata; Lalu aku berfikir saat Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam mengucapkan sabda itu, ternyata marah menyatukan seluruh keburukan.(HR. Ahmad: 22088)
b. Marah Akan Merusak Semua Urusan Sebagaimana Cuka Merusak Madu
Di dalam kitab Mujam Thabarani Kabir 20216, dijelaskan bahwa marah akan merusak semua urusan sebagaimana cuka merusak madu;
حدثنا أحمد بن المعلى الدمشقي ثنا هشام بن عمار ثنا مخيس بن تميم بهز بن حكيم عن أبيه عن جده قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : إن الغضب يفسد الامر كما يفسد الخل العسل
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ahmad Ibnu Ma’ali Ad Dimsyaqi, Telah menceritakan kepada kami Hisyam Ibnu ‘Amar, Telah menceritakan kepada kami Mikhyas Ibnu Tamim bahz Ibnu Hakim dari Bapaknya dari Kakeknya berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya marah akan merusak urusan sebagaimana cuka merusak madu”. (HR. Thabarani: 20216)
c. Marah Akan Merusak Iman Sebagaimana Bakung Merusak Madu
Di dalam kitab Syuabul Iman Baihaqi hadits nomor 8495, dijelaskan bahwa marah akan merusak iman sebagaimana bakung merusak madu;
حَدَّثَنَا أَبُو سَعْدٍ عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ مُحَمَّدٍ الْوَاعِظُ، وَأَبُو حَازِمٍ الْحَافِظُ، قَالَا: نا أَبُو عَمْرٍو إِسْمَاعِيلُ بْنُ نُجَيْدٍ السُّلَمِيُّ، نا أَبُو عَبْدِ اللهِ مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ الْخَلِيلِ، نا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ الدِّمَشْقِيُّ، نا مُخَيِّسُ بْنُ تَمِيمٍ، عَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ الْغَضَبَ لَيُفْسِدُ الْإِيمَانَ كَمَا يُفْسِدُ الصَّبْرُ الْعَسَلَ " قَالَ أَبُو حَازِمٍ: تَفَرَّدَ بِهِ هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، عَنْ مُخَيِّسِ بْنِ تَمِيمٍ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Said Abdul Malik Ibnu Muhammad Al Wa’id, dan Abu Hazim Al Hafid, berkata; Telah menceritakan kepada kami Abu Amrin dan Ismail Ibnu Nujaid As Sulami, Telah menceritakan kepada kami Abu Abdillah Muhammad Ibnu Al hasan Ibnu Khalil. Telah menceritakan kepada kami Hisyam Ibnu Amar Ad Dimsyaqi, Telah menceritakan kepada kami Mukhayis Ibnu Tamim, dari Bahz Ibnu Hakim, dari Ayahnya dari Kakeknya, berkata: Rasulullah SAW bersabda: “ Sesungguhnya marah itu pasti akan merusak iman, sebagaimana bakung merusak madu”, berkata Ibnu Hazim: Sendirian Hisyam Ibnu ‘Amar, dari Mukhayis Ibnu Tamim. (HR. Baihaqi: 8495)
2. Menguasai Diri Ketika Marah
Di dalam kitab Shahih Bukhari hadits nomor 5649 dan juga Shahih Muslim hadits nomor 4723, Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa orang yang kuat bukanlah orang yang pandai bergulat tetapi orang yang kuat adalah orang yang dapat menguasai dirinya Ketika marah;
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Sa'id bin Musayyib dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "Tidaklah orang yang kuat adalah orang yang pandai bergulat, tapi orang yang kuat adalah orang yang dapat menahan nafsunya ketika ia marah." (HR. Bukhari: 5649)
Di dalam kitab Musnad Bazzar hadits nomor 7206, juga digambarkan bahwa orang yang paling kuat adalah yang mampu menguasai diri ketika marah;
وَبِهِ: أَنَّ النَّبِيّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيه وَسَلَّم مَرَّ بِقَوْمٍ يُرْبِعُونَ حَجَرًا فَقَالَ: مَا يَصْنَعُ هَؤُلاءِ؟ قَالُوا: يُرْبِعُونَ حَجَرًا يُرِيدُونَ الشِّدَّةَ فَقَالَ النَّبِيّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيه وَسَلَّم: أَفَلا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ، أَوْ كَلِمَةً نحوها - أملككم لنفسه عند الغضب.
Artinya: dan dengannya: Bahwa Nabi SAW melewati suatu kaum yang sedang mengangkat batu, maka Nabi SAW bersabda: apa yang sedang mereka perbuat ? mereka berkata: “mereka mengangkat batu agar kuat”, maka Nabi SAW bersabda: “apakah aku boleh meunjukkan kepada kalian siapa yang lebih kuat dari itu ?” atau kalimat yang lainnya, adalah orang yang paling menguasai dirinya ketika marah” (HR. Bazzar: 7206)
3. Berwudhu
Di dalam kitab Shahih Bukhari hadits nomor 4152 tergambar peringatan Rasulullah; jika salah seorang dari kalian marah hendaklah berwudhu;
حَدَّثَنَا بَكْرُ بْنُ خَلَفٍ وَالْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْمَعْنَى قَالَا حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا أَبُو وَائِلٍ الْقَاصُّ قَالَ دَخَلْنَا عَلَى عُرْوَةَ بْنِ مُحَمَّدٍ السَّعْدِيِّ فَكَلَّمَهُ رَجُلٌ فَأَغْضَبَهُ فَقَامَ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ رَجَعَ وَقَدْ تَوَضَّأَ فَقَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ جَدِّي عَطِيَّةَ قَالَ, قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنْ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Bakr bin Khalaf dan Al Hasan bin Ali secara makna, keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Khalid berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Wail Al Qash ia berkata, "Kami masuk menemui Urwah bin Muhammad As Sa'di, lalu ada seorang laki-laki berbicara dengannya hingga membuatnya murka. Lantas ia berdiri berwudhu dan kembali lagi dalam keadaan telah berwudhu." Setelah itu ia berkata, " Bapakku telah menceritakan kepadaku, dari kakekku, Athiyah. Ia mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: "Sesungguhnya marah itu dari setan dan setan diciptakan dari api, sementara api akan mati dengan air, maka jika salah seorang dari kalian marah hendaklah berwudhu."(HR. Bukhari: 4152)
4. Duduk Dan Berbaring
Di dalam kitab Sunan Abu Daud hadits nomor 4151, tergambar jelas petunjuk Nabi; Jika salah seorang dari kalian marah dan ia dalam keadaan berdiri, hendakah ia duduk. Jika rasa marahnya hilang (maka itu yang dikehendaki), jika tidak hendaklah ia berbaring;
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ أَبِي هِنْدٍ عَنْ أَبِي حَرْبِ بْنِ أَبِي الْأَسْوَدِ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ, إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَنَا إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ, حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ بَقِيَّةَ عَنْ خَالِدٍ عَنْ دَاوُدَ عَنْ بَكْرٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ أَبَا ذَرٍّ بِهَذَا الْحَدِيثِ قَالَ أَبُو دَاوُد وَهَذَا أَصَحُّ الْحَدِيثَيْنِ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hanbal berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah berkata, telah menceritakan kepada kami Dawud bin Abu Hind dari Abu Harb bin Abul Aswad dari Abu Dzar ia berkata, "Rasulullah ﷺ bersabda kepada kami: "Jika salah seorang dari kalian marah dan ia dalam keadaan berdiri, hendakah ia duduk. Jika rasa marahnya hilang (maka itu yang dikehendaki), jika tidak hendaklah ia berbaring." Telah menceritakan kepada kami Wahb bin Baqiyyah dari Khalid dari Dawud dari Bakr bahwa Nabi ﷺ mengutus Abu Dzar dengan membawa pesan hadits ini." Abu Dawud berkata, "Hadits ini adalah yang paling shahih di antara dua hadits yang ada." (HR. Abu Daud : 4151)
5. Menempelkan Punggungnya ke Bumi
Di dalam kitab Musnad Ahmad hadits nomor 11158, tergambar pelajaran yang diberikan Rasulullah: Ketahuilah, kemarahan itu adalah bara api yang dinyalakan di dalam hati anak Adam, tidakkah kalian lihat pada merah matanya dan timbulnya urat leher, maka jika salah seorang dari kalian mengalami hal itu hendaklah ia duduk, atau beliau mengatakan, "hendaklah ia menempelkan badannya di bumi;
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدِ بْنِ جُدْعَانَ عَنْ أَبِي نَضْرَةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ, صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الْعَصْرِ ذَاتَ يَوْمٍ بِنَهَارٍ ثُمَّ قَامَ يَخْطُبُنَا إِلَى أَنْ غَابَتْ الشَّمْسُ فَلَمْ يَدَعْ شَيْئًا مِمَّا يَكُونُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ إِلَّا حَدَّثَنَاهُ حَفِظَ ذَلِكَ مَنْ حَفِظَ وَنَسِيَ ذَلِكَ مَنْ نَسِيَ وَكَانَ فِيمَا قَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ الدُّنْيَا خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَنَاظِرٌ كَيْفَ تَعْمَلُونَ فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ أَلَا إِنَّ لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءً يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقَدْرِ غَدْرَتِهِ يُنْصَبُ عِنْدَ اسْتِهِ يُجْزَى بِهِ وَلَا غَادِرَ أَعْظَمُ مِنْ أَمِيرِ عَامَّةٍ ثُمَّ ذَكَرَ الْأَخْلَاقَ فَقَالَ يَكُونُ الرَّجُلُ سَرِيعَ الْغَضَبِ قَرِيبَ الْفَيْئَةِ فَهَذِهِ بِهَذِهِ وَيَكُونُ بَطِيءَ الْغَضَبِ بَطِيءَ الْفَيْئَةِ فَهَذِهِ بِهَذِهِ فَخَيْرُهُمْ بَطِيءُ الْغَضَبِ سَرِيعُ الْفَيْئَةِ وَشَرُّهُمْ سَرِيعُ الْغَضَبِ بَطِيءُ الْفَيْئَةِ قَالَ وَإِنَّ الْغَضَبَ جَمْرَةٌ فِي قَلْبِ ابْنِ آدَمَ تَتَوَقَّدُ أَلَمْ تَرَوْا إِلَى حُمْرَةِ عَيْنَيْهِ وَانْتِفَاخِ أَوْدَاجِهِ فَإِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ ذَلِكَ فَلْيَجْلِسْ أَوْ قَالَ فَلْيَلْصَقْ بِالْأَرْضِ ..
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaq berkata; telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari 'Ali bin Zaid bin Jud'an dari Abu Nadlrah dari Abu Sa'id Al Khudri ia berkata; " pada suatu hari, Rasulullah ﷺ pernah shalat ashar pada waktu siang bersama kami, lalu beliau berdiri dan berkhutbah hingga matahari tenggelam, beliau tidak meninggalkan sesuatupun yang bakal terjadi hingga datangnya hari kiamat kecuali beliau ceritakan kepada kami, hingga hafallah bagi yang hafal dan lupalah bagi yang lupa. Adapun di antara yang beliau sampaikan adalah: "Wahai manusia, sesungguhnya dunia itu hijau dan manis, dan sesungguhnya Allah akan menjadikan kalian khalifah di dalamnya, lalu Ia akan melihat apa yang akan kalian lakukan, maka takutlah kalian kepada dunia dan juga kepada wanita. Ketahuilah, sesungguhnya pada hari kiamat setiap pengkhianat akan diberikan padanya bendera pada pantatnya dan akan dibalas sesuai dengan pengkhianatannya, dan tidak ada pengkhianatan yang lebih besar dari pengkhianatan seorang pemimpin umat." Kemudian beliau menyebutkan tentang akhlak, beliau bersabda: "Ada seorang yang mudah marah dan mudah untuk reda, maka ini untuk ini, dan ada pula yang susah marah dan susah reda, maka ini untuk ini. Maka sebaik-baik mereka adalah orang yang susah marah dan cepat redanya, sedang seburuk-buruk mereka adalah yang cepat marah dan susah redanya. Ketahuilah, kemarahan itu adalah bara api yang dinyalakan di dalam hati anak Adam, tidakkah kalian lihat pada merah matanya dan timbulnya urat leher, maka jika salah seorang dari kalian mengalami hal itu hendaklah ia duduk, atau beliau mengatakan, "hendaklah ia menempelkan badannya di bumi.".. (HR. Ahmad : 11158)
6. Membaca Ta’awudz
Di dalam kitab Musnad Ahmad hadits nomor 21072, tergambar bahwa Rasulullah mengajarkan; Sungguh Aku mengetahui satu kalimat jika diucapkan maka akan pergilah kemarahan, yaitu A’udzu billahi minasy Syaithanir rajiim;
حَدَّثَنَا عَبْد اللَّهِ حَدَّثَنِي أَبِي حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ حَدَّثَنَا زَائِدَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ عَنِ ابْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ مُعَاذٍ قَالَ اسْتَبَّ رَجُلَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَغَضِبَ أَحَدُهُمَا حَتَّى أَنَّهُ لَيُتَخَيَّلُ إِلَيَّ أَنَّ أَنْفَهُ لَيَتَمَزَّعُ مِنْ الْغَضَبِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ يَقُولُهَا هَذَا الْغَضْبَانُ لَذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Artinya: Telah bercerita kepada kami 'Abdullah telah bercerita kepadaku ayahku. Telah bercerita kepada kami Abu Sa'id telah bercerita kepada kami Za`idah telah bercerita kepada kami 'Abdul Malik dari Ibnu Abi Laila dari Mu'adz bin Jabal berkata; Dua orang saling mencaci didekat Nabi Shallallahu'alaihiwasallam salah satunya marah hingga hidungnya terlihat seperti membesar karena marah lalu Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda; "Sesungguhnya aku mengetahui satu kalimat yang bila diucapkan oleh orang marah akan hilang marahnya; ya Allah! aku berlindung kepada-Mu dari setan yang terkutuk”.(HR. Ahmad. 21072)
7. Menjauhi atau Menghindari Marah
Di dalam kitab Musnad Ahmad hadits nomor 22371, dijelaskan bahwa ada seseorang yang datang kepada Nabi untuk meminta pelajaran yang dapat menjadi bekal hidupnya, hanya sedikit sehingga tidak terlupakan: jauhilah marah;
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبِرْنِي بِكَلِمَاتٍ أَعِيشُ بِهِنَّ وَلَا تُكْثِرْ عَلَيَّ فَأَنْسَى قَالَ اجْتَنِبْ الْغَضَبَ ثُمَّ أَعَادَ عَلَيْهِ فَقَالَ اجْتَنِبْ الْغَضَبَ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Az Zuhri dari Humaid bin 'Abdur Rahman bin 'Auf dari seorang sahabat Nabi ﷺ bahwa seseorang berkata kepada Nabi ﷺ: Beritahukanlah kalimat-kalimat padaku yang dengannya aku hidup dan janganlah tuan memperbanyaknya hingga aku lupa. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Jauhilah marah." Orang itu mengulangi lagi lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Jauhilah marah." (HR. Ahmad, Musnad Ahmad: 22371)
8. Jika Marah Diamlah
Di dalam kitab Musnad Ahmad hadits nomor 2425 di sebutkan beberapa pelajaran; Ajarkanlah, permudahlah dan jangan mempersulit, dan jika engkau marah, diamlah. Jika engkau marah, diamlah. Jika engkau marah, diamlah;
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ لَيْثٍ عَنْ طَاوُسٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلِّمُوا وَيَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا وَإِذَا غَضِبْتَ فَاسْكُتْ وَإِذَا غَضِبْتَ فَاسْكُتْ وَإِذَا غَضِبْتَ فَاسْكُتْ
Telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, ia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Sufyan dari Laits dari Thawus dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Ajarkanlah, permudahlah dan jangan mempersulit, dan jika engkau marah, diamlah. Jika engkau marah, diamlah. Jika engkau marah, diamlah." (HR. Ahmad: 2425)
9. Berdoa Memohon Kepada Allah Agar Dapat Berpegang Dengan Kalimat Hak (Kebenaran) Ketika Marah Atau Ridha Dengan Sesuatu
Di dalam kitab Shahih Ibnu Hibban hadits nomor 1971, disebutkan doa yang pernah didengar dari Rasulullah antara lain: Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar aku selalu takut kepada- Mu dalam keadaan sembunyi (sepi) atau ramai. Aku memohon kepada-Mu agar dapat berpegang dengan kalimat hak (kebenaran) ketika marah atau ridha dengan sesuatu;
أَخْبَرَنَا ابْنُ خُزَيْمَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: كُنَّا جُلُوسًا فِي الْمَسْجِدِ، فَدَخَلَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ، فَصَلَّى صَلاَةً خَفَّفَهَا، فَمَرَّ بِنَا فَقِيلَ لَهُ: يَا أَبَا الْيَقْظَانِ، خَفَّفْتَ الصَّلاَةَ، قَالَ: أَوَ خَفِيفَةً رَأَيْتُمُوهَا؟ قُلْنَا: نَعَمْ، قَالَ: أَمَا إِنِّي قَدْ دَعَوْتُ فِيهَا بِدُعَاءٍ قَدْ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. ثُمَّ مَضَى، فَأَتْبَعَهُ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ، قَالَ عَطَاءٌ: اتَّبَعَهُ أَبِي- وَلَكِنَّهُ كَرِهَ أَنْ يَقُولَ اتَّبَعْتُهُ- فَسَأَلَهُ عَنِ الدُّعَاءِ، ثُمَّ رَجَعَ فَأَخْبَرَهُمْ بِالدُّعَاءِ:اللَّهُمَّ بِعِلْمِكَ الْغَيْبَ، وَقُدْرَتِكَ عَلَى الْخَلْقِ، أَحْيِنِي مَا عَلِمْتَ الْحَيَاةَ خَيْرًا لِي، وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَشْيَتَكَ فِي الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، وَكَلِمَةَ الْعَدْلِ وَالْحَقِّ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا، وَأَسْأَلُكَ الْقَصْدَ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى، وَأَسْأَلُكَ نَعِيمًا لاَ يَبِيدُ، وَقُرَّةَ عَيْنٍ لاَ تَنْقَطِعُ، وَأَسْأَلُكَ الرِّضَا بَعْدَ الْقَضَاءِ، وَأَسْأَلُكَ بَرْدَ الْعَيْشِ بَعْدَ الْمَوْتِ، وَأَسْأَلُكَ لَذَّةَ النَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ، وَأَسْأَلُكَ الشَّوْقَ إِلَى لِقَائِكَ، فِي غَيْرِ ضَرَّاءَ مُضِرَّةٍ، وَلاَ فِتْنَةٍ مُضِلَّةٍ، اللَّهُمَّ زَيِّنَّا بِزِينَةِ الإِيمَانِ، وَاجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِينَ.
Artinya: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abdat menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami dari Atha bin As-Sa'ib, dari ayahnya, dia berkata: Ketika kami sedang duduk di masjid, masuklah Ammar bin Yasir. Dia kemudian mendirikan shalat dengan waktu yang singkat Dia lalu melewati kami, maka dia ditanya, “Wahai Abu Al Yaqzhan, kamu shalat dengan waktu yang singkat (sebentar)?” Dia balik bertanya, “Apakah menurut kalian shalatku sebentar?” Kami menjawab, “Ya.” Dia berkata, “Sesungguhnya dalam shalat tadi aku telah membaca doa yang pernah aku dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Setelah selesai, seorang laki-laki dari kaum tersebut mengikutinya. Atha berkata, “Ayahku lalu mengikutinya —tapi dia tidak suka mengatakan “aku mengikutinya”— dan menanyakan kepadanya tentang doa tersebut. Dia lalu kembali dan mengabarkan kepada mereka tentang doanya, “Ya Allah, dengan ilmu-Mu yang gaib dan kekuasaan- Mu atas seluruh makhluk, perpanjanglah umur hidupku bila Engkau mengetahui bahwa kehidupan selanjutnya lebih baik bagiku, dan matikanlah aku bila kematian itu lebih baik bagiku. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar aku selalu takut kepada- Mu dalam keadaan sembunyi [sepi] atau ramai. Aku memohon kepada-Mu agar dapat berpegang dengan kalimat hak (kebenaran) ketika marah atau ridha dengan sesuatu. Aku memohon kepada-Mu agar aku bisa selalu sederhana, baik ketika miskin maupun kaya. Aku memohon kepada-Mu agar aku diberi nikmat yang tidak akan habis dan penyejuk mata yang tidak akan terputus. Aku memohon kepada- Mu agar aku dapat ridha dengan segala qadha-Mu. Aku mohon kepada-Mu [agar diberi] kehidupan yang menyenangkan setelah mati, dan Aku memohon kepada-Mu kenikmatan menatap wajah-Mu [di surga]. Aku memohon kepada-Mu [agar] rindu bertemu dengan-Mu tanpa penderitaan yang membahayakan dan fitnah yang menyesatkan. Ya Allah, hiasilah kami dengan keimanan dan jadikanlah kami sebagai penunjuk jalan (lurus) yang memperoleh bimbingan dari-Mu)347 [5:12](HR. Ibnu Hibban: 1971)
Di dalam kitab Musnad Ahmad hadits nomor 17607, juga disebutkan doa yang pernah dipanjatkan Rasulullah SAW, antara lain; Ya Allah, sesungguhnya aku memohon pada-Mu agar aku takut pada-Mu dalam keadaan sembunyi atau ramai. Aku memohon pada-Mu agar dapat berkata dengan benar diwaktu ridla atau marah;
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ الْأَزْرَقُ عَنْ شَرِيكٍ عَنْ أَبِي هَاشِمٍ عَنْ أَبِي مِجْلَزٍ قَالَ صَلَّى بِنَا عَمَّارٌ صَلَاةً فَأَوْجَزَ فِيهَا فَأَنْكَرُوا ذَلِكَ فَقَالَ أَلَمْ أُتِمَّ الرُّكُوعَ وَالسُّجُودَ قَالُوا بَلَى قَالَ أَمَا إِنِّي قَدْ دَعَوْتُ فِيهِمَا بِدُعَاءٍ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو بِهِ اللَّهُمَّ بِعِلْمِكَ الْغَيْبَ وَقُدْرَتِكَ عَلَى الْخَلْقِ أَحْيِنِي مَا عَلِمْتَ الْحَيَاةَ خَيْرًا لِي وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتْ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي أَسْأَلُكَ خَشْيَتَكَ فِي الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ وَكَلِمَةَ الْحَقِّ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا وَالْقَصْدَ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى وَلَذَّةَ النَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ وَالشَّوْقَ إِلَى لِقَائِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ ضَرَّاءَ مُضِرَّةٍ وَمِنْ فِتْنَةٍ مُضِلَّةٍ اللَّهُمَّ زَيِّنَّا بِزِينَةِ الْإِيمَانِ وَاجْعَلْنَا هُدَاةً مَهْدِيِّينَ حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ عَنْ يَزِيدِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ خُثَيْمٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ الْقُرَظِيِّ حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ خُثَيْمٍ أَبُو يَزِيدَ عَنْ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ قَالَ كُنْتُ أَنَا وَعَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ رَفِيقَيْنِ فِي غَزْوَةِ الْعُشَيْرَةِ فَمَرَرْنَا بِرِجَالٍ مِنْ بَنِي مُدْلِجٍ يَعْمَلُونَ فِي نَخْلٍ لَهُمْ فَذَكَرَ مَعْنَى حَدِيثِ عِيسَى بْنِ يُونُسَ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ishaq Al Azraq dari Syarik dari Abu Hasyim dari Abu Mijlaz ia berkata, " Ammar pernah shalat bersama kami dan ia menunaikannya denan ringgkas, lalu orang-orang pun mengingkarinya. Maka Ammar bertanya, "Bukankah aku telah menyempurnakan rukuk dan sujud?" mereka menjawab, "Benar." Ammar berkata, "Sesungguhnya dalam dua rakaat itu, aku telah berdo'a dengan do'a yang Rasulullah ﷺ pernah berdo'a dengannya, Ya Allah, dengan ilmu-Mu atas yang ghaib, dan dengan kemahakuasaan-Mu atas seluruh makhluk, hidupkanlah aku jika Engkau mengetahui bahwa hidup lebih baik bagiku, dan matikanlah aku jika Engkau mengetahui bahwa kematian itu lebih baik bagiku. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon pada-Mu agar aku takut pada-Mu dalam keadaan sembunyi atau ramai. Aku memohon pada-Mu agar dapat berkata dengan benar diwaktu ridla atau marah. Aku minta kepada-Mu agar dapat melaksanakan kesederhanaan dalam keadaan kaya atau fakir serta kenikmatan memandang wajah-Mu (di surga), rindu bertemu dengan-Mu. Aku berlindung kepada-Mu dari penderitaan yang membahayakan dan fitnah yang menyesatkan. Ya Allah, hiasilah kami dengan iman, dan jadikanlah kami sebagai penunjuk (jalan) yang lurus yang memperoleh bimbingan dari-Mu" Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdul Malik Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Salamah dari Muhammad bin Ishaq dari Yazid bin Muhammad bin Khutsaim dari Muhammad bin Ka'ab Al Qurazhi telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Khutsaim Abu Yazid dari Ammar bin Yasir ia berkata, "Aku dan Ali bin Abu Thalib radliallahu 'anhu adalah dua orang yang berteman pada saat perang Al Usyairah. Kemudian kami melewati sekelompok laki-laki dari Bani Mudlij yang sedang bekerja pada kebun kurma milik mereka…lalu ia menyebutkan makna hadits Isa bin Yunus."
10. Menyadari Kemulyaan Bagi Orang Yang Dapat Menahan Marah
a. Jika Dapat Menjaga Diri Dari Marah Akan Mendapatkan Surga
Di dalam kitab Mujam Thabarani Awsath jilid 3 halaman 25 706, dikemukakan pernyataan Rasulullah SAW, bahwa beliau menjelaskan menjaga marah dapat memasukkan ke surga;
وَ عَنْ إِبْرَاهِيْمَ بْنِ أَبِي عَبْلَة قَالَ سَمِعْتُ أُمُ الدَرْدَاءَ تَحَدَثَ عَنْ أَبِي الدَرْدَاءَ قَالَ قَلَتْ يَا رَسُوْلُ اللهِ دَلَنِي عَلَى عَمَلٍ يَدْخُلَنِي الْجَنَةَ قَالَ لَا تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَةَ
Artinya: dan Dari Ibrahim ibnu Abi ‘Ablah berkata aku mendengar Ummu Darda berbicara menegenai Abi Darda berkata, dia berkata: Ya Rasulullah tunjukkannlah kepadaku amal yang dapat memasukkan saya ke surga, Rasulullah bersabda: Jangan marah maka bagimu surga.(HR. Thabarani: 706)
b. Bebas Memilih Bidadari Yang Disukainya
Nabi Muhammad SAW juga menjelaskan pernyataannya yang ditulis di dalam Musnad Ahmad hadits nomor 15084 Sunan Abu Daud hadits nomor 4147Sunan Ibnu Majah hadits nomor 4176, bahwa orang yang mampu menahan marah padahal dia memiliki kuasa untuk melakukannya, maka baginya (di surga) diberi kebebasan memilih bidadari yang dia sukai;
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ حَدَّثَنَا أَبُو مَرْحُومٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنْ أَيِّ الْحُورِ شَاءَ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Yazid] telah menceritakan kepada kami [Sa'id] telah menceritakan kepada kami [Abu Marhum] dari [Sahl bin Mu'adz] dari [Bapaknya] Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Barangsiapa yang menahan marah padahal dia mampu untuk melampiaskannya, niscaya Allah Tabaraka Wa Ta'ala memanggilnya di tengah kerumunan manusia sehingga dia bebas memilih bidadari yang dia sukai". (HR. Ahmad: 15084)
Agar ketaqwaan di tingkat Taubat ini dapat diamalkan dengan baik, maka di sini perlu dirumuskan bahwa taqwa di posisi taubat adalah wujud kesadaran untuk taat kepada Allah, menjaga diri dari kekurangan dan kesalahan dalam meninggalkan larangan dan menjalankan perintahnya disertai dengan kesadaran untuk selalu mengingat Allah yang maha menerima taubat, diiringi dengan kesadaran untuk segera beristighfar dan bertaubat kepada Allah SWT..
Taqwa di tingkat taubat merupakan merupakan upaya pembentuk kesadaran awal bahwa Allah Maha Pengampun dan Maha Menerima Taubat, sehingga kemudian terbentuk kesadaran taqwa tingkat sabar dengan keyakinan bahwa Allah Maha Sabar dan terbentuk tingkatan taqwa berikutnya.
Doa Agar Tetap Berada Dalam Kebenaran Ketika Marah Atau Ridha
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَشْيَتَكَ فِي الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، وَكَلِمَةَ الْعَدْلِ وَالْحَقِّ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar aku selalu takut kepada- Mu dalam keadaan sembunyi [sepi] atau ramai. Aku memohon kepada-Mu agar dapat berpegang dengan kalimat hak (kebenaran) ketika marah atau ridha dengan sesuatu.”
(HR. Ibnu Hibban: 1971)
Menjaga Marah Dapat Menjauhkan Dari Murka Allah Azza Wa Jalla
Di dalam kitab Musnad Ahmad hadits nomor 6346 dikemukakan pernyataan Rasulullah SAW, bahwa beliau menjelaskan menjaga marah dapat menjauhkan dari murka Allah Azza wa Jalla;
حَدَّثَنَا حَسَنٌ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ حَدَّثَنَا دَرَّاجٌ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّهُ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَاذَا يُبَاعِدُنِي مِنْ غَضَبِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ لَا تَغْضَبْ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami [Hasan] telah menceritakan kepada kami [Ibnu Lahi'ah] telah menceritakan kepada kami [Darroj] dari [Abdurrahman bin Jubair] dari [Abdullah bin 'Amru], ia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'Aliahi Wasallam: "Apa yang dapat menjauhkanku dari murka Allah Azza wa Jalla?" Beliau menjawab: "Janganlah kamu marah." (HR. Ahmad: 6346)
Kami melakukan penelitian tentang Ghadab, dengan pendekatan taqwa; menjaga diri dari marah karena takut murka Allah.
Hasil penelitian ini kami hadiahkan untuk seluruh umat Islam di manapun berada , agar dapat dijadikan sebagai dasar dalam memahami dan mengamalkan Taqwa secara menyeluruh.
Hadiah dapat didownload di tombol hadiah, Semoga bermanfaat ...
Di sini perlu dirumuskan bahwa taqwa dari ghadab adalah kesadaran untuk mengendalikan diri saat qalbu marah, kemudian diikuti dengan kesadaran untuk bertaubat dan memohon ampun kepada Allah atas kesalahan tersebut, sehingga ketika marah muncul tetap dapat menjaga diri berada di dalam kebenaran dan kebaikan; beramal shalih.
Adapun bentuk taqwa dari ghadab antara lain;
a. Jika Marah, Marahnya Tidak Menyebabkannya Berbuat Kebathilan
Akhlaq orang beriman, jika marah, marahnya tidak menyebabkannya berbuat kebathilan, sebagaimana disebutkan di dalam kitab Mu’jam Thabarani Shaghir hadits nomor 164;
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْحُسَيْنِ الأَنْصَارِيُّ أَبُو جَعْفَرٍ الأَصْبَهَانِيُّ ، حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ يُوسُفَ بْنِ قُتَيْبَةَ الْهَمْدَانِيُّ ، حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ الْحُسَيْنِ ، عَنِ الزُّبَيْرِ بْنِ عَدِيٍّ ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ، أَنّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : ثَلاثٌ مِنْ أَخْلاقِ الإِيمَانِ : مَنْ إِذَا غَضِبَ لَمْ يُدْخِلْهُ غَضَبُهُ فِي بَاطِلٍ ، وَمَنْ إِذَا رَضِيَ لَمْ يُخْرِجْهُ رِضَاهُ مِنْ حَقٍّ ، وَمَنْ إِذَا قَدَرَ لَمْ يَتَعَاطَ مَا لَيْسَ لَهُ ، لَمْ يَرْوِهِ عَنِ الزُّبَيْرِ بْنِ عَدِيٍّ ، إِلَّابِشْرُ بْنُ الْحُسَيْنِ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Al Husain Al Anshari Abu Ja’far Al Ashbahani, telah menceritakan kepada kami Hajaj ibnu Yusuf ibnu Qutaybah Al Hamdani, telah menceritakan kepada kami Bisyru ibnul Husain, dari Az Zubair ibnu ‘Adi, dari Anas ibnu Malik, bahwa Rasulullah SAW bersabda: tiga akhlak orang beriman; orang yang jika marah, marahnya tidak memasukkannya ke dalam kebathilan, dan orang jika ridha, ridhanya tidak mengeluarkannya dari kebenaran, dan orang jika mengalami keterbatasan, keterbatannya tidak menjadikannya menginginkan apa yang bukan miliknya, tidak diriwayatkan dari Zubair ibnu ‘Adi, selain Bisyr ibnu Al Husain.(HR. Thabarani: 164)
b. Apabila Marah Maka Dia Dapat Menahannya
Di dalam kitab Mustadrak Hakim hadits nomor 433 dinyatakan bahwa Ada tiga orang yang akan dilindungi oleh Allah dalam naungan-Nya dan akan ditutupi dengan rahmat-Nya serta dimasukkan dalam cinta-Nya.., yaitu apabila marah maka dia dapat menahannya;
حَدَّثَنَا أَبُو مُحَمَّدٍ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرِ بْنِ دَرَسْتَوَيْهِ الْفَارِسِيُّ، ثنا يَعْقُوبُ بْنُ سُفْيَانَ، ثنا عُمَرُ بْنُ رَاشِدٍ، مَوْلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبَانَ بْنِ عُثْمَانَ التَّيْمِيِّ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي ذِئْبٍ الْقُرَشِيُّ، عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «ثَلَاثَةٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ آوَاهُ اللَّهُ فِي كَنَفِهِ، وَسَتَرَ عَلَيْهِ بِرَحْمَتِهِ، وَأَدْخَلَهُ فِي مَحَبَّتِهِ» قِيلَ: مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «مَنْ إِذَا أُعْطِي شُكَرَ، وَإِذَا قَدَرَ غَفَرَ، وَإِذَا غَضِبَ فَتَرَ» . «هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحُ الْإِسْنَادِ، فَإِنَّ عُمَرَ بْنَ رَاشِدٍ شَيْخٌ مِنْ أَهْلِ الْحِجَازِ مِنْ نَاحِيَةِ الْمَدِينَةِ، قَدْ رَوَى عَنْهُ أَكَابِرُ الْمُحَدِّثِينَ
Artinya: Abu Muhammad Abdullah bin Ja'far bin Darastawaih Al Farisi menceritakan kepada kami, Ya'qub bin Sufyan menceritakan kepada kami, Umar bin Rasyid ([maula Abdurrahman bin Aban bin Utsman At-Taimi) menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Dzi'ib Al Qurasyi menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari Muhammad bin Ali, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga orang yang akan dilindungi oleh Allah dalam naungan-Nya dan akan ditutupi dengan rahmat-Nya serta dimasukkan dalam cinta-Nya” Beliau lalu ditanya, "Siapakah mereka, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Orang yang apabila diberi maka dia bersyukur, apabila mampu memberi hukuman maka dia mengampuni, dan apabila marah maka dia dapat menahannya." Hadis ini sanadnya shahih, karena Umar bin Rasyid adalah seorang syaikh dari Hijaz, dari arah Madinah. Para muhaddits besar meriwayatkan darinya.
c. Sabar Ketika Marah
Di dalam kitab Sunan Baihaqi Kabir atsar nomor 16474 dijelaskan bahwa perintah bagi orang beriman untuk sabar ketika marah;
وَقَدْ أَخْبَرَنَا أَبُو زَكَرِيَّا بْنُ أَبِى إِسْحَاقَ الْمُزَكِّى أَخْبَرَنَا أَبُو الْحَسَنِ : أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عُبْدُوسٍ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ سَعِيدٍ الدَّارِمِىُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ صَالِحٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ صَالِحٍ عَنْ عَلِىِّ بْنِ أَبِى طَلْحَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِىَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمَا فِى قَوْلِهِ تَعَالَى ( ادْفَعْ بِالَّتِى هِىَ أَحْسَنُ) قَالَ : أَمَرَ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى الْمُؤْمِنِينَ بِالصَّبْرِ عِنْدَ الْغَضَبِ وَالْحِلْمِ عِنْدَ الْجَهْلِ وَالْعَفْوِ عِنْدَ الإِسَاءَةِ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمَهُمُ اللَّهُ مِنَ الشَّيْطَانِ وَخَضَعَ لَهُمْ عَدُوُّهُمْ كَأَنَّهُ وَلِىٌّ حَمِيمٌ. ذَكَرَ الْبُخَارِىُّ مَتْنَهُ فِى التَّرْجَمَةِ. {ق} وَكَأَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمَا ذَهَبَ إِلَى أَنَّهُ وَإِنْ خَاطَبَ بِهِ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَالْمُرَادُ بِهِ هُوَ وَغَيْرُهُ وَاللَّهُ أَعْلَمُ.
Artinya: Dan telah mengabarkan kepada kami Abu Zakariya ibnu Abi Ishaq Al Muzakky, telah mengabarkan kepada kami Abu Al Hasan: Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ubdusi, telah mengabarkan kepada kami Usman ibnu Said Ad Darimi, telah mengabarkan kepada kami Abdullah ibnu Shalih dari Muawiyah ibnu Shalih dari Ali ibnu Abi Thalhah dari ibnu Abbas RA di dalam perkataannya Allah yang Maha Tinggi (balaslah dengan yang lebih baik) berkata: Allah Subhanahu wa ta’ala memerintahkan orang beriman untuk bersabar ketika marah, santun ketika tidak mengetahui (bodoh), memaafkan ketika memperoleh perlakuan buruk, jika mengerjakan hal tersebut Allah melindunginya dari Syetan dan menundukkan musuh-musuhnya seakan-akan Dia sebagai pelindung yang dekat. Bukhari menyebutkan matannya di dalam terjemah. .. (Atsar di dalam kitab Baihaqi Kabir: 16474)
Perasaan ghadhab yang ada dalam diri manusia berawal dari adanya nafsiyah, kemudian berkembang menjadi superioritas yang dapat mendorong kepada adanya; perbedaan pendapat/ pandangan, perselisihan, percekcokan, pertengkaran, pertikaian, perkelahian, perlawanan, permusuhan, kebencian, dendam, ancaman, kerusakan, kecurangan untuk memperoleh kemenangan, peperangan, pemberontakan, kehancuran dan bentuk-bentuk kedhaliman lainnya, sehingga ghadab harus dikendalikan dengan bertaqwa kepada Allah dari ghadab.
TAQWA DARI GHADAB
TAZKIYA INSTITUTE
Membangun Negeri Yang Diberkahi Dengan Pendidikan Taqwa
Pastikan Anda mengambil bagian untuk menjadikan penduduk Negeri RI beriman dan bertaqwa. Pelajari, pahami dan amalkan dengan hati, sebarkan kepada sesama umat Islam dengan penuh rasa cinta, sebagai bukti cinta Anda kepada Allah, Rasul dan ajarannya, Niscaya Allah dan Rasulnya mencintai Anda dan Negeri RI diberkahi Allah SWT.
© 2025. Tazkiya Media Departement

