• DEFINISI TAQWA

Dilatarbelakangi banyak dan beragamnya definisi taqwa, maka dipandang perlu untuk mendefinisikan ulang pengertian taqwa dengan tujuan agar dengan definisi taqwa tersebut dapat mengantar pada pemahaman dan pengamalan taqwa yang sebenar-benarnya taqwa sesuai panduan Al Quran dan Hadits.

Mengingat Firman Allah di dalam Al Quran surat An-Nisa' (4): 59, yang memberikan panduan apabila terdapat perbedaan pendapat tentang sesuatu untuk kembali kepada Al Qura’an dan Sunnah;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An Nisa’/ 4: 59)

Untuk dapat merumuskan definisi tentang suatu istilah di dalam agama, langkah pertama harus memiliki landasan pengertian yang bersumber dari Al Qur’an, karena di dalam Al Quran surat An-Nahl/ 16: 89 yang menyebutkan bahwa Al Quran merupakan definisi; penjelasan atas segala sesuatu;

وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِمْ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَى هَؤُلَاءِ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ

Artinya: (Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS. An-Nahl/ 16: 89)

Sedangkan langkah kedua adalah merujuk pada pengertian yang bersumber dari penjelasan Rasulullah SAW (Hadits), karena di dalam kitab Musnad Ahmad hadits nomor 25077 digambarkan bahwa perkataan Nabi Muhammad SAW adalah terperinci dan mudah dipahami;

حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ أُسَامَةَ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: " كَانَ كَلَامُ النَّبِيِّ ﷺ فَصْلًا يَفْقَهُهُ كُلُّ أَحَدٍ، لَمْ يَكُنْ يَسْرُدُهُ سَرْدًا "

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Waki' dari Sufyan dari Usamah dari Az-Zuhri dari Urwah dari Aisyah berkata; "Perkataan Nabi Shallallahu 'alaihiwasallam adalah sangat terperinci yang setiap orang memahaminya dan beliau tidak pura-pura membagus-baguskannya." (HR. Ahmad, Musnad Ahmad: 25077)

Berdasar Al Quran surat An-Nahl/ 16: 89 dan Hadits Riwayat Imam Ahmad di dalam kitab Musnad Ahmad hadits nomor 25077, diketahui bahwa Al Quran dan Hadits merupakan keterangan yang jelas dan terinci atas segala sesuatu, Maka untuk dapat memperoleh gambaran yang jelas dan terperinci dan menyeluruh tentang pengertian taqwa, berikut akan dikemukakan beberapa ayat Al Quran dan Hadits Rasulullah Muhammad SAW yang dapat dijadikan sebagai dasar perumusan definisi taqwa;

a. Ketaqwaan Itu Berupa Ilham

Di dalam Al Quran Surat Asy Syam ayat 7-10 digambarkan bahwa taqwa dan fujur merupakan ilham ;

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا, فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا, قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا, وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا

Artinya: dan (Demi) jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. Surat Asy Syam: 7-10)

Berdasar petunjuk/hudan ayat tersebut di atas dapat diperoleh pengertian bahwa taqwa adalah ilham; kesadaran; potensi yang tertanam di dalam jiwa, dengan keterangan/bayan taqwa berlawanan dengan fujur, artinya taqwa merupakan potensi kebaikan sedangkan fujur merupakan potensi keburukan. Dan pembeda/Furqan-nya yaitu taqwa berarti mensucikan jiwa dari keburukan sekaligus menumbuhkan kebaikan, sedangkan fujur adalah terkotorinya jiwa kebaikan dan tumbuhnya keburukan.

Berdasar ilham fujur dan taqwa, manusia memiliki potensi dan peluang yang sama untuk dapat berbuat fujur ataupun taqwa, maka taqwa di sini dapat difahami sebagai kemampuan (Kesadaran) diri untuk menjaga kesucian jiwa, sedangkan fujur adalah ketidak mampuan (ketidak sadaran) diri untuk menjaga kesucian jiwa sehingga dirinya dikendalikan oleh potensi fujur.

b. Taqwa Itu Ingat dan Sadar

Di dalam kitab Shahih Ibnu Hibban hadits nomor 12417 digambarkan bahwa orang yang paling bertaqwa adalah orang yang ingat dan tidak lupa;

أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ سَلْمٍ، بِبَيْتِ الْمَقْدِسِ، حَدَّثَنَا 101 حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ، أَنَّ أَبَا السَّمْحِ، حَدَّثَهُ، عَنِ ابْنِ حُجَيْرَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: «سَأَلَ مُوسَى رَبَّهُ عَنْ سِتِّ خِصَالٍ، كَانَ يَظُنُّ أَنَّهَا لَهُ خَالِصَةً، وَالسَّابِعَةُ لَمْ يَكُنْ مُوسَى يُحِبُّهَا، قَالَ: يَا رَبِّ أَيُّ عِبَادِكَ أَتْقَى؟ قَالَ: الَّذِي يَذْكُرُ وَلَا يَنْسَى، قَالَ: فَأَيُّ عِبَادِكَ أَهْدَى؟ قَالَ: الَّذِي يَتْبَعُ* الْهُدَى، قَالَ: فَأَيُّ عِبَادِكَ أَحْكُمُ؟ قَالَ: الَّذِي يَحْكُمُ لِلنَّاسِ كَمَا يَحْكُمُ لِنَفْسِهِ، قَالَ: فَأَيُّ عِبَادِكَ أَعْلَمُ؟ قَالَ: عَالِمٌ لَا يَشْبَعُ مِنَ الْعِلْمِ، يَجْمَعُ عِلْمَ النَّاسِ إِلَى عِلْمِهِ، قَالَ: فَأَيُّ عِبَادِكَ أَعَزُّ؟ قَالَ: الَّذِي إِذَا قَدَرَ غَفَرَ، قَالَ: فَأَيُّ عِبَادِكَ أَغْنَى؟ قَالَ: الَّذِي يَرْضَى بِمَا يُؤْتَى، قَالَ: فَأَيُّ عِبَادِكَ أَفْقَرُ؟ قَالَ: صَاحِبٌ مَنْقُوصٌ*»، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَيْسَ الْغِنَى عَنْ ظَهْرٍ، إِنَّمَا الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ، وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا جَعَلَ غِنَاهُ فِي نَفْسِهِ وَتُقَاهُ فِي قَلْبِهِ، وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ شَرًّا جَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ»

Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad Salmi, di Baitul Maqdis, telah bercerita kepada kami Harmalah ibnu Yahya, telah bercerita kepada kami ibnu Wahbin, telah mengabarkan kepada kami Umar ibnu Al Haris, bahwa Ayahnya Samhin bercerita kepadanya, dari ibnu Hujairah, dari Abu Hurairah: dari Rasulullah SAW bersabda: Nabi Musa bertanya mengenai tujuh masalah, dia menyangka bahwa dia berlepas diri darinya, dan keenanya Musa tidak menyukainya, Musa bertanya: Wahai Rab, siapa hamba-Mu yang paling bertaqwa ?, Allah menjawab: Orang yang ingat dan tidak lupa, Musa bertanya: Siapa hamba-Mu yang paling mendapat petunjuk ? Allah menjawab: orang yang mengikuti petunjuk, Musa bertanya: siapa hamba-Mu yang paling bijaksana ? Allah menjawab: orang yang menghukumi manusia sebagaimana menghukumi untuk dirinya sendiri, Musa bertanya: Siapa Hamba-Mu yang paling ‘alim ? Allah menjawab: orang ‘alim yang tidak kenyang dengan ilmunya, berkumpul ilmu manusia menjadi ilmunya, Musa bertanya: siapa hamba-Mu yang paling agung, Allah menjawab: orang yang jika berkuasa memberi ampun, Musa bertanya: siapa hamba-Mu yang paling kaya ? Allah menjawab: orang yang ridha dengan yang diberikan kepadanya, Musa bertanya: siapa hamba-Mu yang paling faqir ? Allah menjawab: orang yang selalu kekurangan, Rasulullah SAW bersabda: Bukanlah kaya itu lahirnya, tetapi kaya itu jiwanya, dan jika Allah menghendaki hambanya kebaikan dijadikannya kaya di dalam jiwanya, dan ketakwaannya dalam qalbunya, dan jika Allah menghendaki keburukan hambanya, dijadikannya miskin dari apa saja yang dilihat kedua matanya” (HR. Ibnu Hibban: 12417)

Di dalam kitab Musnad Ahmad hadits nomor 6368 dinyatakan bahwa Qalbu-qalbu itu adalah kesadaran dan sebagiannya merupakan bagian kesadaran yang lainnya;

حَدَّثَنَا حَسَنٌ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ حَدَّثَنَا بَكْرُ بْنُ عَمْرٍو عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْقُلُوبُ أَوْعِيَةٌ وَبَعْضُهَا أَوْعَى مِنْ بَعْضٍ فَإِذَا سَأَلْتُمْ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ أَيُّهَا النَّاسُ فَاسْأَلُوهُ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالْإِجَابَةِ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَجِيبُ لِعَبْدٍ دَعَاهُ عَنْ ظَهْرِ قَلْبٍ غَافِلٍ

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Hasan, Ibnu Lahi'ah berkata: Bakar bin Amr berkata dari Abu Abdurrahman al-Hubli dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "Qalbu-qalbu itu adalah kesadaran dan sebagiannya merupakan bagian kesadaran yang lainnya. Maka jika kalian meminta kepada Allah, wahai manusia, mintalah dengan penuh keyakinan akan dikabulkan, karena sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan doa seorang hamba yang berdoa dengan hati yang lalai." (HR. Ahmad, Musnad Ahmad: 6368)

c. Taqwa Adalah Ketaatan Kepada Allah dan Rasulnya

Di dalam Al Quran surat Asy-Syu'ara' (26) ayat yang sama diulang sebanyak delapan kali, yaitu ayat: 108, 110, 126, 131, 144, 150, 163 dan 179.

فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ

Artinya: Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.(QS. Asy-Syu'ara' (26): 108, 110, 126, 131, 144, 150, 163, 179)

Di dalam kitab Shahih Muslim hadits nomor 1835 dinyatakan Barang siapa yang menaati aku, maka sungguh dia telah menaati Allah, dan barang siapa yang mendurhakaiku, maka sungguh dia telah mendurhakai Allah;

حَدَّثَنَا يَحْيَي بْنُ يَحْيَي. أَخْبَرَنَا الْمُغِيرَةُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحِزَامِيُّ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ، عَنِ الأعرج، عن أبي هريرة، عن النبي ﷺ قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ. وَمَنْ يُطِعِ الْأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي. وَمَنْ يَعْصِ الأمير فقد عصاني.

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya. Telah mengabarkan kepada kami al-Mughirah bin 'Abdurrahman al-Hizami dari Abu al-Zinad, dari al-A'raj, dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: "Barang siapa yang menaati aku, maka sungguh dia telah menaati Allah, dan barang siapa yang mendurhakaiku, maka sungguh dia telah mendurhakai Allah. Dan barang siapa yang menaati pemimpin, maka sungguh dia telah menaati aku. Dan barang siapa yang mendurhakai pemimpin, maka sungguh dia telah mendurhakaiku." (HR. Muslim, Shahih Muslim: 1835)

Ayat tersebut memberikan gambaran perintah untuk bertaqwa kepada Allah dengan cara mentaati Rasul atau Nabinya, sedangkan Rasul dan Nabi adalah orang yang paling taat kepada Allah, sebagaimana tergambar di dalam kitab Shahih Bukhari hadits nomor 3095;

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَرْعَرَةَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْحَكَمِ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نُصِرْتُ بِالصَّبَا وَأُهْلِكَتْ عَادٌ بِالدَّبُورِ قَالَ وَقَالَ ابْنُ كَثِيرٍ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ أَبِي نُعْمٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ بَعَثَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذُهَيْبَةٍ فَقَسَمَهَا بَيْنَ الْأَرْبَعَةِ الْأَقْرَعِ بْنِ حَابِسٍ الْحَنْظَلِيِّ ثُمَّ الْمُجَاشِعِيِّ وَعُيَيْنَةَ بْنِ بَدْرٍ الْفَزَارِيِّ وَزَيْدٍ الطَّائِيِّ ثُمَّ أَحَدِ بَنِي نَبْهَانَ وَعَلْقَمَةَ بْنِ عُلَاثَةَ الْعَامِرِيِّ ثُمَّ أَحَدِ بَنِي كِلَابٍ فَغَضِبَتْ قُرَيْشٌ وَالْأَنْصَارُ قَالُوا يُعْطِي صَنَادِيدَ أَهْلِ نَجْدٍ وَيَدَعُنَا قَالَ إِنَّمَا أَتَأَلَّفُهُمْ فَأَقْبَلَ رَجُلٌ غَائِرُ الْعَيْنَيْنِ مُشْرِفُ الْوَجْنَتَيْنِ نَاتِئُ الْجَبِينِ كَثُّ اللِّحْيَةِ مَحْلُوقٌ فَقَالَ اتَّقِ اللَّهَ يَا مُحَمَّدُ فَقَالَ مَنْ يُطِعْ اللَّهَ إِذَا عَصَيْتُ أَيَأْمَنُنِي اللَّهُ عَلَى أَهْلِ الْأَرْضِ فَلَا تَأْمَنُونِي فَسَأَلَهُ رَجُلٌ قَتْلَهُ أَحْسِبُهُ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيدِ فَمَنَعَهُ فَلَمَّا وَلَّى قَالَ إِنَّ مِنْ ضِئْضِئِ هَذَا أَوْ فِي عَقِبِ هَذَا قَوْمًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنْ الرَّمِيَّةِ يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ لَئِنْ أَنَا أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ

Artinya: Telah bercerita kepadaku Muhammad bin 'Ar'arah telah bercerita kepada kami Syu'bah dari Al Hakam dari Mujahid dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma dari Nabi ﷺ bersabda: ""Aku ditolong dengan perantaraan angin yang berhembus dari timur (belakang pintu Ka'bah) sedangkan kaum 'Aad dibinasakan dengan angin yang berhembus dari barat". Perawi berkata; Dan Ibnu Katsir berkata dari Sufyan dari bapaknya dari Ibnu Abi Nu'im dari Abu Sa'id radliallahu 'anhu berkata; 'Ali mengirim perhiasan emas kepada Nabi ﷺ lalu Beliau membagikannya kepada empat orang, yaitu kepada Al Aqra' bin Habis Al Hanzhaliy, yang kemudian sebutannya menjadi Al Mujasyi'iy, 'Uyaynah bin Badr Al Fazariy, Zaid ath-Tha'iy kemudian dia menjadi salah seorang suku Bani Nabhan dan 'Alqamah bin 'Ulatsah yang kemudian menjadi salah seorang suku Bani Kilab. Orang-orang Qurais dan Kaum Anshar menjadi marah. Mereka berkata; "Beliau telah memberi para pahlawan penduduk Nejed dan malah mengabaikan kita". Beliau berkata: "Aku memberi mereka dengan tujuan agar menjinakkan hati mereka" (ke dalam Islam). Lalu datanglah seseorang yang kedua matanya menjorok ke dalam, wajahnya kusut dengan jenggotnya dicukur seraya berkata: "Bertaqwalah kamu kepada Allah, wahai Muhammad". Maka Beliau berkata: "Siapakah yang taat (bertaqwa) kepada Allah seandainya aku saja mendurhakai-Nya. Apakah patut Allah memberi kepercayaan kepadaku untuk penduduk bumi sementara kalian tidak mempercayai aku?". Kemudian ada seseorang, aku kira dia adalah Khalid bin Al Walid, yang meminta izin untuk membunuh orang itu namun Beliau melarangnya. Setelah orang itu pergi, Beliau bersabda: "Sesungguhnya dari asal orang ini atau di belakang orang ini (keturunan) akan ada satu kaum yang mereka membaca al-Qur'an namun tidak sampai ke tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama bagaikan keluarnya anak panah dari busurnya dan mereka membunuh pemeluk Islam dan membiarkan para penyembah berhala. Seandainya aku bertemu dengan mereka pasti aku akan bunuh mereka sebagaimana kaum "Ad dibantai".

Di dalam kitab Hilyatul Aulia hadits nomor 46 dinyatakan bahwa siapa pun yang bersungguh-sungguh dalam ibadah dan dermawan dalam melakukan kebaikan tanpa akal yang memandunya untuk mengikuti perintah Allah Azza wa Jalla dan menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya, mereka itulah orang-orang yang paling merugi amalnya;

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ خَلَّادٍ، ثَنَا الْحَارِثُ بْنُ أَبِي أُسَامَةَ، ثَنَا دَاوُدُ بْنُ الْمُحَبَّرِ، ثَنَا نَصْرُ بْنُ طَرِيفٍ، عَنْ مَنْصُورِ بْنِ الْمُعْتَمِرِ، عَنْ أَبِي وَائِلٍ، عَنْ سُوَيْدِ بْنِ غَفَلَةَ، أَنَّ أَبَا بَكْرٍ الصِّدِّيقَ، رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ خَرَجَ ذَاتَ يَوْمٍ فَاسْتَقْبَلَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ: بِمَ بُعِثْتَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: «بِالْعَقْلِ» , قَالَ: فَكَيْفَ لَنَا بِالْعَقْلِ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ الْعَقْلَ لَا غَايَةَ لَهُ , وَلَكِنْ مَنْ أَحَلَّ حَلَالَ اللهِ وَحَرَّمَ حَرَامَهُ سُمِّيَ عَاقِلًا , فَإِنِ اجْتَهَدَ بَعْدَ ذَلِكَ سُمِّيَ عَابِدًا , فَإِنِ اجْتَهَدَ بَعْدَ ذَلِكَ سُمِّيَ جَوَادًا , فَمَنِ اجْتَهَدَ فِي الْعِبَادَةِ وَسَمَحَ فِي نَوَائِبِ الْمَعْرُوفِ بِلَا حَظٍّ مِنْ عَقْلٍ يَدُلُّهُ عَلَى اتِّبَاعِ أَمْرِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ , وَاجْتِنَابِ مَا نَهَى الله عَنْهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْأَخْسَرُونَ أَعْمَالًا , الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا»

Artinya: Abu Bakr bin Khalad telah meriwayatkan kepada kami, Harits bin Abi Usamah telah meriwayatkan kepada kami, Dawud bin Muhabbir telah meriwayatkan kepada kami, Nushair bin Tarif telah meriwayatkan kepada kami, dari Manshur bin Mu'tamir, dari Abu Wa'il, dari Suwaid bin Ghafalah, bahwa Abu Bakr Ash-Shiddiq, radhiyallahu 'anhu, suatu hari keluar dan bertemu dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka Abu Bakr bertanya kepada beliau: "Dengan apa engkau diutus wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Dengan akal." Abu Bakr bertanya: "Bagaimana cara kita mendapatkan akal?" Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Akal itu tidak ada batasnya, tetapi barangsiapa yang menghalalkan apa yang dihalalkan oleh Allah dan mengharamkan apa yang diharamkan oleh-Nya, maka dia disebut sebagai orang yang berakal. Jika dia bersungguh-sungguh setelah itu, maka dia disebut sebagai seorang 'abid (ahli ibadah). Jika dia bersungguh-sungguh lagi setelah itu, maka dia disebut sebagai orang yang murah hati. Maka siapa pun yang bersungguh-sungguh dalam ibadah dan dermawan dalam melakukan kebaikan tanpa akal yang memandunya untuk mengikuti perintah Allah Azza wa Jalla dan menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya, mereka itulah orang-orang yang paling merugi amalnya, yang usahanya sesat dalam kehidupan dunia ini, padahal mereka menyangka bahwa mereka melakukan kebaikan." (HR. Abu Nu’aim, Hilyatul Aulia: 46)

Dari ayat Al Quran dan hadits di atas dapat ditarik pengertian bahwa taqwa merupakan bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasulnya.

d. Ketaqwaan Itu Ada Di Dalam Qalbu; Ruhani

Di dalam Al Quran Surat Al-Hajj (22): 32, tergambar bahwa ketaqwaan bersumber dari qalbu (hati);

ذَٰلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

Artinya: Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati.(QS. Al-Hajj (22): 32)

Sedangkan di dalam Al Quran Surat Al-Hujurat (49): 3, juga tergambar bahwa ujian ketaqwaan ada di dalam qalbu;

إِنَّ الَّذِينَ يَغُضُّونَ أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ أُولَئِكَ الَّذِينَ امْتَحَنَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوَى لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ

Artinya: Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS. Al-Hujurat (49): 3)

Adapun hadits nomor 4650 di dalam kitab Shahih Muslim, memberikan gambaran bahwa Nabi Muhammad menyebutkan taqwa itu ada di dalam dada (ruhani);

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ قَعْنَبٍ حَدَّثَنَا دَاوُدُ يَعْنِي ابْنَ قَيْسٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ مَوْلَى عَامِرِ بْنِ كُرَيْزٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَنَاجَشُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَلَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ وَلَا يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هَاهُنَا وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنْ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ. حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ سَرْحٍ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ أُسَامَةَ وَهُوَ ابْنُ زَيْدٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ مَوْلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَامِرِ بْنِ كُرَيْزٍ يَقُولُ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ نَحْوَ حَدِيثِ دَاوُدَ وَزَادَ وَنَقَصَ وَمِمَّا زَادَ فِيهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَادِكُمْ وَلَا إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَشَارَ بِأَصَابِعِهِ إِلَى صَدْرِهِ

Artinya: Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Maslamah bin Qa'nab; Telah menceritakan kepada kami Dawud yaitu Ibnu Qais mendengar dari Abu Sa'id budak 'Amir bin Kuraiz mendengar dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah ﷺ bersabda: 'Janganlah kalian saling mendengki, saling memfitnah, saling membenci, dan saling memusuhi. Janganlah ada seseorang di antara kalian yang berjual beli sesuatu yang masih dalam penawaran muslim lainnya dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara. Muslim yang satu dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara tidak boleh menyakiti, merendahkan, ataupun menghina. Takwa itu ada di sini (Rasulullah menunjuk dadanya), Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Seseorang telah dianggap berbuat jahat apabila ia menghina saudaranya sesama muslim. Muslim yang satu dengan yang Iainnya haram darahnya. hartanya, dan kehormatannya." Telah menceritakan kepadaku Abu At Thahir Ahmad bin Amru bin Sarh Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahab dari Usamah yaitu Ibnu Zaid Bahwa dia mendengar Abu Sa'id -budak- dari Abdullah bin Amir bin Kuraiz berkata; aku mendengar Abu Hurairah berkata; Rasulullah ﷺ bersabda: -kemudian perawi menyebutkan Hadits yang serupa dengan Hadits Daud, dengan sedikit penambahan dan pengurangan. Diantara tambahannya adalah; "Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh dan rupa kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati kalian. (seraya mengisyaratkan telunjuknya ke dada beliau). (HR. Muslim, Shahih Muslim: 4650)

Di dalam kitab Musnad Ahmad hadis nomor 23183 tergambar bahwa Rasulullah Muhammad SAW adalah orang yang paling bertaqwa dengan qalbu;

حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ قَالَ أَخْبَرَنَا هِشَامٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُهُمْ بِمَا يُطِيقُونَ فَيَقُولُونَ إِنَّا لَسْنَا كَهَيْئَتِكَ قَدْ غَفَرَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ فَيَغْضَبُ حَتَّى يُرَى ذَلِكَ فِي وَجْهِهِ قَالَ ثُمَّ يَقُولُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَعْلَمُكُمْ بِاللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ قَلْبًا

Artinya: Telah menceritakan kepada kami [Abu Usamah], dia berkata; Telah mengabarkan kepada kami [Hisyam] dari [ayahnya] dari [Aisyah] berkata; "Rasulullah SAW memerintahkan mereka dengan apa yang mereka mampui." Sehingga mereka mengatakan; "Sesungguhnya kami tidak seperti engkau. Sebab Allah AzzaWaJalla telah mengampuni dosa-dosa engkau yang telah lalu dan yang akan datang." Kemudian Rasulullah SAW marah hingga terlihat dari raut wajahnya. Dia berkata; Kemudian beliau bersabda: "Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling tahu terhadap Allah dan yang paling bertaqwa di antara kalian dengan qalbu."(HR. Ahmad, Musnad Ahmad: 23183)

Sedangkan di dalam kitab Musnad Ahmad hadits nomor 11933 juga dinyatakan bahwa taqwa itu ada di dada (ruhani);

حَدَّثَنَا بَهْزٌ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مَسْعَدَةَ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْإِسْلَامُ عَلَانِيَةٌ وَالْإِيمَانُ فِي الْقَلْبِ قَالَ ثُمَّ يُشِيرُ بِيَدِهِ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ قَالَ ثُمَّ يَقُولُ التَّقْوَى هَاهُنَا التَّقْوَى هَاهُنَا

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Bahz berkata, telah menceritakan kepada kami Ali bin Mas'adah berkata, telah menceritakan kepada kami Qatadah dari Anas ia berkata; Rasulullah ﷺ bersabda: "Islam itu sesuatu yang nampak sedangkan iman itu ada dalam hati." Anas berkata; "Lalu beliau menunjuk ke dadanya dengan tangan sebanyak tiga kali." Anas berkata; Kemudian beliau bersabda: "Takwa itu ada di sini, takwa itu ada di sini." (HR. Ahmad: 11933)

Di dalam hadits ini Rasulullah SAW menyebutkan adanya tiga Tingkat pengamalan agama, yang pertama adalah pengamalan agama di tingkat Islam yakni pengamalan agama yang bersifat lahiriyah; empiris; aqliyah, yang kedua adalah pengamalan agama Iman yakni pengamalan agama yang bersifat qalbiyah; perasaan; emosi, sedangkan pengamalan agama di tingkat Taqwa merupakan pengalaman agama yang bersifat ruhaniyah; spiritual; kesadaran, hal ini dapat difahami dari petunjuk Rasulullah ketika menjelaskan bahwa taqwa itu ada di dada, padahal di dalam dada terdapat beberapa organ tubuh, tetapi tidak ditunjuk secara langsung di organ tubuh yang mana, sebagaimana ketika menunjukkan iman ada di qalbu, karena pengertian Taqwa lebih dititik beratkan pada fungsi ruhaniyah dibandingkan tempat ruh itu sendiri.

e. Bersungguh-Sungguh (berjihad) Dengan Harta Dan Jiwa Merupakan Ketaqwaan

Al Quran surat At Taubah/ 9: 44 mengandung pengertian bahwa Jihad dengan amwal dan anfus, merupakan bentuk ketaqwaan;

لَا يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ اَنْ يُّجَاهِدُوْا بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌۢ بِالْمُتَّقِيْنَ

Artinya: Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin (tidak ikut) kepadamu untuk berjihad dengan harta dan jiwa mereka. Allah mengetahui orang-orang yang bertaqwa. (At-Taubah/9:44)

Di dalam Al Quran Surat At Taubah (9) ayat 20; dinyatakan bahwa berjuang dengan harta dan jiwa menduduki derajat yang tinggi di sisi Allah;

الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِندَ اللَّهِ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ

Artinya: Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dengan harta dan jiwa mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Mereka itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan. (At-Taubah/9:20)

Di dalam Al Quran Surat Al-'Ankabut (29): 69 dinyatakan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami;

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.

Di dalam kitab Musnad Ahmad 22833 dinyatakan bahwa Mujahid adalah orang yang berjihad melawan dirinya di dalam ketaatan kepada Allah;

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ إِسْحَاقَ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَنْبَأَنَا لَيْثٌ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو هَانِئٍ الْخَوْلَانِيُّ عَنْ عَمْرِو بْنِ مَالِكٍ الْجَنْبِيِّ قَالَ حَدَّثَنِي فَضَالَةُ بْنُ عُبَيْدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِالْمُؤْمِنِ مَنْ أَمِنَهُ النَّاسُ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ وَالْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ النَّاسُ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي طَاعَةِ اللَّهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ الْخَطَايَا وَالذَّنُوبَ

Artinya: Diriwayatkan dari Ali bin Ishaq yang berkata: Abdullah telah menceritakan kepada kami dari Laits yang berkata: Abu Hani' Al-Khaulani menceritakan kepadaku dari Amr bin Malik Al-Janbi yang berkata: Fadalah bin Ubaid menceritakan kepadaku bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda pada Haji Wada': "Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang seorang mukmin? Seorang mukmin adalah orang yang manusia merasa aman dari gangguan pada harta dan diri mereka. Dan seorang muslim adalah orang yang manusia selamat dari lisan dan tangannya. Dan seorang mujahid adalah orang yang berjihad melawan dirinya sendiri dalam ketaatan kepada Allah. Dan seorang muhajir adalah orang yang meninggalkan kesalahan dan dosa." (HR. Ahmad, Musnad Ahmad: 22833)

f. Ketaqwaan Itu Bertingkat-Tingkat

Di dalam Al Quran Surat Al-Hujurat/ 49: 13, Allah menegaskan bahwa orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa;

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. QS. Al-Hujurat Ayat 13.

Ayat di atas memberikan gambaran bahwa kemulyaan manusia itu bertingkat-tingkat, mulai dari dari kemulyaannya rendah, sedang dan tinggi, yang paling tinggi kemulyaannya adalah yang paling bertakwa. Ayat tersebut sekaligus juga memberikan gambaran bahwa ketaqwaan itu juga bertingkat, mulai dari taqwa tingkat rendah, sedang dan tinggi, sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat ketaqwaan seseorang dapat menentukan tingkat kemulyaannya di sisi Allah.

Senada dengan Al Quran surat Al-Hujurat Ayat 13 yang menggambarkan bahwa taqwa bertingkat di dalam kitab Mushannaf Ibnu Abi Syaibah hadits nomor 42387 juga memberikan gambaran bahwa taqwa bertingkat, dengan menyebutkan bahwa orang yang paling bertaqwa adalah orang yang paling banyak memerintahkan kepada yang ma'ruf, paling banyak melarang dari yang munkar, dan paling banyak menyambung tali silaturahmi;

شَرِيكٌ عَنْ سِمَاكٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمِيرَةَ، عَنْ زَوْجِ دُرَّةَ، عَنْ دُرَّةَ، قَالَتْ: دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ فَقُلْتُ: " مَنْ أَتْقَى النَّاسِ؟ قَالَ: «آمَرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ، وَأَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ، وَأَوْصَلُهُمْ لِلرَّحِمِ»

Artinya: Diriwayatkan dari Syarik dari Simak dari Abdullah bin Amirah dari suami Durrah dari Durrah, ia berkata: "Aku masuk menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beliau berada di masjid, lalu aku bertanya: 'Siapakah orang yang paling bertakwa?' Beliau menjawab: 'Orang yang paling banyak memerintahkan kepada yang ma'ruf, paling banyak melarang dari yang munkar, dan paling banyak menyambung tali silaturahmi.'"(HR. Ibnu Abi Saibah, Mushannaf Ibnu Abi Syaibah: 42387)

Di dalam kitab Musnad Ahmad hadits nomor 6368 dinyatakan bahwa Qalbu-qalbu itu adalah kesadaran dan sebagiannya merupakan bagian kesadaran yang lainnya;

حَدَّثَنَا حَسَنٌ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ حَدَّثَنَا بَكْرُ بْنُ عَمْرٍو عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْقُلُوبُ أَوْعِيَةٌ وَبَعْضُهَا أَوْعَى مِنْ بَعْضٍ فَإِذَا سَأَلْتُمْ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ أَيُّهَا النَّاسُ فَاسْأَلُوهُ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالْإِجَابَةِ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَجِيبُ لِعَبْدٍ دَعَاهُ عَنْ ظَهْرِ قَلْبٍ غَافِلٍ

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Hasan, Ibnu Lahi'ah berkata: Bakar bin Amr berkata dari Abu Abdurrahman al-Hubli dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "Qalbu-qalbu itu adalah kesadaran dan sebagiannya merupakan bagian kesadaran yang lainnya. Maka jika kalian meminta kepada Allah, wahai manusia, mintalah dengan penuh keyakinan akan dikabulkan, karena sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan doa seorang hamba yang berdoa dengan hati yang lalai." (HR. Ahmad, Musnad Ahmad: 6368)

Berdasar hadits ini dapat difahamai bahwa taqwa bertingkat-tingkat, karena taqwa berada di qalbu (ruhani), sedangkan kesadaran qalbu bertingkat-tingkat, maka taqwa juga merupakan kesadaran qalbu yang bertingkat-tingkat.

Tingkatan dalam ketaqwaan ini akan dibahas secara mendalam di halaman lain dengan mengemukakan bukti-bukti berdasar ayat-ayat Al Quran yang berkaitan dengan ketaqwaan.

g. Taqwa Merupakan Inti Dalam Beragama

Konsep taqwa merupakan konsep yang kafah (Menyeluruh), taqwa menjadi pokok dari semua perkara, taqwa menjadi syarat penentu nilai amal ibadah manusia, Hal ini didasari hadits nomor 361 dalam kitab Shahih Ibnu Hibban, di dalamnya disebutkan bahwa Taqwa adalah pokok semua perkara; berikut penggalan hadits tersebut;

Di dalam kitab Shahih Ibnu Hibban hadits nomor 361 disebutkan pernyataan “Aku wasiatkan kepadamu untuk selalu bertaqwa kepada Allah SWT. Karena sesungguhnya taqwa adalah inti semua perkara. ”

أَخْبَرَنَا الْحَسَنُ بْنُ سُفْيَانَ الشَّيْبَانِيُّ، وَالْحُسَيْنُ بْنُ عَبْدِ اللهِ الْقَطَّانُ بِالرَّقَّةِ، وَابْنُ قُتَيْبَةَ، وَاللَّفْظُ لِلْحَسَنِ، قَالُوا‏:‏ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ هِشَامِ بْنِ يَحْيَى بْنِ يَحْيَى الْغَسَّانِيُّ، قَالَ‏:‏ حَدَّثَنَا أَبِي، عَنْ جَدِّي، عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلاَنِيِّ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ، قَالَ‏:‏ دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ، فَإِذَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، جَالِسٌ وَحْدَهُ، قَالَ‏:‏ يَا أَبَا ذَرٍّ إِنَّ لِلْمَسْجِدِ تَحِيَّةً، وَإِنَّ تَحِيَّتَهُ رَكْعَتَانِ، فَقُمْ فَارْكَعْهُمَا، قَالَ‏:‏ فَقُمْتُ فَرَكَعْتُهُمَا، ثُمَّ عُدْتُ فَجَلَسْتُ إِلَيْهِ، فَقُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّكَ أَمَرْتَنِي بِالصَّلاَةِ، فَمَا الصَّلاَةُ‏؟‏ قَالَ‏:‏ خَيْرُ مَوْضُوعٍ، اسْتَكْثِرْ أَوِ اسْتَقِلَّ، قَالَ‏:‏ قُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ‏؟‏ قَالَ‏:‏ إِيمَانٌ بِاللَّهِ، وَجِهَادٌ فِي سَبِيلِ اللهِ، قَالَ‏:‏ قُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، فَأَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْمَلُ إِيمَانًا‏؟‏ قَالَ‏:‏ أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا‏.‏ قُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، فَأَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَسْلَمُ‏؟‏ قَالَ‏:‏ مَنْ سَلِمَ النَّاسُ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ، قَالَ‏:‏ قُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، فَأَيُّ الصَّلاَةِ أَفْضَلُ‏؟‏ قَالَ‏:‏ طُولُ الْقُنُوتِ، قَالَ‏:‏ قُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، فَأَيُّ الْهِجْرَةِ أَفْضَلُ‏؟‏ قَالَ‏:‏ مَنْ هَجَرَ السَّيِّئَاتِ، قَالَ‏:‏ قُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، فَمَا الصِّيَامُ‏؟‏ قَالَ‏:‏ فَرْضٌ مُجْزِئٌ، وَعِنْدَ اللهِ أَضْعَافٌ كَثِيرَةٌ، قَالَ‏:‏ قُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، فَأَيُّ الْجِهَادِ أَفْضَلُ‏؟‏ قَالَ‏:‏ مَنْ عُقِرَ جَوَادُهُ، وَأُهْرِيقَ دَمُهُ، قَالَ‏:‏ قُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، فَأَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ‏؟‏ قَالَ‏:‏ جَهْدُ الْمُقِلِّ يُسَرُّ إِلَى فَقِيرٍ قُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، فَأَيُّ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَيْكَ أَعْظَمُ‏؟‏ قَالَ‏:‏ آيَةُ الْكُرْسِيِّ ثُمَّ، قَالَ‏:‏ يَا أَبَا ذَرٍّ، مَا السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ مَعَ الْكُرْسِيِّ إِلاَّ كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْضٍ فَلاَةٍ وَفَضْلُ الْعَرْشِ عَلَى الْكُرْسِيِّ كَفَضْلِ الْفَلاَةِ عَلَى الْحَلْقَةِ، قَالَ‏:‏ قُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، كَمِ الأَنْبِيَاءُ‏؟‏ قَالَ‏:‏ مِائَةُ أَلْفٍ وَعِشْرُونَ أَلْفًا قُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، كَمِ الرُّسُلُ مِنْ ذَلِكَ‏؟‏ قَالَ‏:‏ ثَلاَثُ مِائَةٍ وَثَلاَثَةَ عَشَرَ جَمًّا غَفِيرًا، قَالَ‏:‏ قُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، مَنْ كَانَ أَوَّلُهُمْ‏؟‏ قَالَ‏:‏ آدَمُ قُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، أَنَبِيٌّ مُرْسَلٌ‏؟‏ قَالَ‏:‏ نَعَمْ، خَلَقَهُ اللَّهُ بِيَدِهِ، وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ، وَكَلَّمَهُ قِبَلاً ثُمَّ، قَالَ‏:‏ يَا أَبَا ذَرٍّ أَرْبَعَةٌ سُرْيَانِيُّونَ‏:‏ آدَمُ، وَشِيثُ، وَأَخْنُوخُ وَهُوَ إِدْرِيسُ، وَهُوَ أَوَّلُ مَنْ خَطَّ بِالْقَلَمِ، وَنُوحٌ وَأَرْبَعَةٌ مِنَ الْعَرَبِ‏:‏ هُودٌ، وَشُعَيْبٌ، وَصَالِحٌ، وَنَبِيُّكَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، كَمْ كِتَابًا أَنْزَلَهُ اللَّهُ‏؟‏ قَالَ‏:‏ مِائَةُ كِتَابٍ، وَأَرْبَعَةُ كُتُبٍ، أُنْزِلَ عَلَى شِيثٍ خَمْسُونَ صَحِيفَةً، وَأُنْزِلَ عَلَى أَخْنُوخَ ثَلاَثُونَ صَحِيفَةً، وَأُنْزِلَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ عَشَرُ صَحَائِفَ، وَأُنْزِلَ عَلَى مُوسَى قَبْلَ التَّوْرَاةِ عَشَرُ صَحَائِفَ، وَأُنْزِلَ التَّوْرَاةُ وَالإِنْجِيلُ وَالزَّبُورُ وَالْقُرْآنُ، قَالَ‏:‏ قُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، مَا كَانَتْ صَحِيفَةُ إِبْرَاهِيمَ‏؟‏ قَالَ‏:‏ كَانَتْ أَمْثَالاً كُلُّهَا‏:‏ أَيُّهَا الْمَلِكُ الْمُسَلَّطُ الْمُبْتَلَى الْمَغْرُورُ، إِنِّي لَمْ أَبْعَثْكَ لِتَجْمَعَ الدُّنْيَا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلَكِنِّي بَعَثْتُكَ لِتَرُدَّ عَنِّي دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، فَإِنِّي لاَ أَرُدُّهَا وَلَوْ كَانَتْ مِنْ كَافِرٍ، وَعَلَى الْعَاقِلِ مَا لَمْ يَكُنْ مَغْلُوبًا عَلَى عَقْلِهِ أَنْ تَكُونَ لَهُ سَاعَاتٌ‏:‏ سَاعَةٌ يُنَاجِي فِيهَا رَبَّهُ، وَسَاعَةٌ يُحَاسِبُ فِيهَا نَفْسَهُ، وَسَاعَةٌ يَتَفَكَّرُ فِيهَا فِي صُنْعِ اللهِ، وَسَاعَةٌ يَخْلُو فِيهَا لِحَاجَتِهِ مِنَ الْمَطْعَمِ وَالْمَشْرَبِ، وَعَلَى الْعَاقِلِ أَنْ لاَ يَكُونَ ظَاعِنًا إِلاَّ لِثَلاَثٍ‏:‏ تَزَوُّدٍ لِمَعَادٍ، أَوْ مَرَمَّةٍ لِمَعَاشٍ، أَوْ لَذَّةٍ فِي غَيْرِ مُحَرَّمٍ، وَعَلَى الْعَاقِلِ أَنْ يَكُونَ بَصِيرًا بِزَمَانِهِ، مُقْبِلاً عَلَى شَأْنِهِ، حَافِظًا لِلِسَانِهِ، وَمَنْ حَسَبَ كَلاَمَهُ مِنْ عَمَلِهِ، قَلَّ كَلاَمُهُ إِلاَّ فِيمَا يَعْنِيهِ قُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، فَمَا كَانَتْ صُحُفُ مُوسَى‏؟‏ قَالَ‏:‏ كَانَتْ عِبَرًا كُلُّهَا‏:‏ عَجِبْتُ لِمَنْ أَيْقَنَ بِالْمَوْتِ، ثُمَّ هُوَ يَفْرَحُ، وَعَجِبْتُ لِمَنْ أَيْقَنَ بِالنَّارِ، ثُمَّ هُوَ يَضْحَكُ، وَعَجِبْتُ لِمَنْ أَيْقَنَ بِالْقَدَرِ ثُمَّ هُوَ يَنْصَبُ، عَجِبْتُ لِمَنْ رَأَى الدُّنْيَا وَتَقَلُّبَهَا بِأَهْلِهَا، ثُمَّ اطْمَأَنَّ إِلَيْهَا، وَعَجِبْتُ لِمَنْ أَيْقَنَ بِالْحِسَابِ غَدًا ثُمَّ لاَ يَعْمَلُ قُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، أَوْصِنِي، قَالَ‏:‏ أُوصِيكَ بِتَقْوَى اللهِ، فَإِنَّهُ رَأْسُ الأَمْرِ كُلِّهِ‏.‏ قُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، زِدْنِي، قَالَ‏:‏ عَلَيْكَ بِتِلاَوَةِ الْقُرْآنِ، وَذِكْرِ اللهِ، فَإِنَّهُ نُورٌ لَكَ فِي الأَرْضِ، وَذُخْرٌ لَكَ فِي السَّمَاءِ قُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، زِدْنِي‏:‏ قَالَ‏:‏ إِيَّاكَ وَكَثْرَةَ الضَّحِكِ، فَإِنَّهُ يُمِيتُ الْقَلْبَ، وَيَذْهَبُ بِنُورِ الْوَجْهِ قُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، زِدْنِي، قَالَ‏:‏ عَلَيْكَ بِالصَّمْتِ إِلاَّ مِنْ خَيْرٍ، فَإِنَّهُ مَطْرَدَةٌ لِلشَّيْطَانِ عَنْكَ، وَعَوْنٌ لَكَ عَلَى أَمْرِ دِينِكَ قُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، زِدْنِي، قَالَ‏:‏ عَلَيْكَ بِالْجِهَادِ، فَإِنَّهُ رَهْبَانِيَّةُ أُمَّتِي قُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ، زِدْنِي، قَالَ‏:‏ أَحِبَّ الْمَسَاكِينَ وَجَالِسْهُمْ قُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ زِدْنِي، قَالَ‏:‏ انْظُرْ إِلَى مَنْ تَحْتَكَ وَلاَ تَنْظُرْ إِلَى مَنْ فَوْقَكَ، فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تُزْدَرَى نِعْمَةُ اللهِ عِنْدَكَ قُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ زِدْنِي، قَالَ‏:‏ قُلِ الْحَقَّ وَإِنْ كَانَ مُرًّا قُلْتُ‏:‏ يَا رَسُولَ اللهِ زِدْنِي، قَالَ‏:‏ لِيَرُدَّكَ عَنِ النَّاسِ مَا تَعْرِفُ مِنْ نَفْسِكَ وَلاَ تَجِدْ عَلَيْهِمْ فِيمَا تَأْتِي، وَكَفَى بِكَ عَيْبًا أَنْ تَعْرِفَ مِنَ النَّاسِ مَا تَجْهَلُ مِنْ نَفْسِكَ، أَوْ تَجِدَ عَلَيْهِمْ فِيمَا تَأْتِي ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَى صَدْرِي، فقَالَ‏:‏ يَا أَبَا ذَرٍّ لاَ عَقْلَ كَالتَّدْبِيرِ، وَلاَ وَرَعَ كَالْكَفِّ، وَلاَ حَسَبَ كَحُسْنِ الْخُلُقِ‏.‏ قَالَ أَبُو حَاتِمٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ‏:‏ أَبُو إِدْرِيسَ الْخَوْلاَنِيُّ هَذَا، هُوَ عَائِذُ اللهِ بْنُ عَبْدِ اللهِ، وُلِدَ عَامَ حُنَيْنٍ فِي حَيَاةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمَاتَ بِالشَّامِ سَنَةَ ثَمَانِينَ وَيَحْيَى بْنُ يَحْيَى الْغَسَّانِيُّ مِنْ كِنْدَةَ، مِنْ أَهْلِ دِمَشْقَ، مِنْ فُقَهَاءِ أَهْلِ الشَّامِ وَقُرَّائِهِمْ، سَمِعَ أَبَا إِدْرِيسَ الْخَوْلاَنِيَّ، وَهُوَ ابْنُ خَمْسَ عَشْرَةَ سَنَةً، وَمَوْلِدُهُ يَوْمَ رَاهِطَ، فِي أَيَّامِ مُعَاوِيَةَ بْنِ يَزِيدَ، سَنَةَ أَرْبَعٍ وَسِتِّينَ، وَوَلاَّهُ سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ قَضَاءَ الْمَوْصِلِ سَمِعَ سَعِيدَ بْنَ الْمُسَيِّبِ، وَأَهْلَ الْحِجَازِ، فَلَمْ يَزَلْ عَلَى الْقَضَاءِ بِهَا حَتَّى وَلِيَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ الْخِلاَفَةَ، فَأَقَرَّهُ عَلَى الْحُكْمِ فَلَمْ يَزَلْ عَلَيْهَا أَيَّامَهُ، وَعُمِّرَ حَتَّى مَاتَ بِدِمَشْقَ سَنَةَ ثَلاَثٍ وَثَلاَثِينَ وَمِائَةٍ‏.‏

Artinya: Al Hasan bin Sufyan Asy-Syaibani dan Al Husain bin Abdullah Al Qathan, serta Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami —di Riqqah (Syiria Utara -ed) adapun lafazhnya dari Al Hasan— mereka berkata, Ibrahim bin Hisyam bin Yahya bin Yahya Al Ghassani menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku menceritakan kepada kami, dari kakeknya, dari Abu Idris Al Khaulani, dari Abu Dzar, ia berkata, Suatu ketika aku masuk ke dalam masjid dan menjumpai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedang duduk sendirian. Beliau bersabda, “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya masjid itu mempunyai penghormatan. Dan penghormatan masjid itu adalah berupa shalat dua rakaat. Maka shalat (tahiyyatul masjid) lah." Abu Dzar berkata, Maka aku melakukan shalat tahiyyatul masjid. Setelah selesai, aku kembali kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan duduk di hadapannya. Lalu aku bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Sungguh engkau telah memerintahkanku untuk shalat, shalat apakah itu? Beliau menjawab, “(shalat untuk menghormati) sebaik-baiknya tempat. Perbanyak (shalat) lah kamu atau sedikitkanlah.” Abu Dzar berkata, Aku bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, amalan apakah yang paling utama? Beliau menjawab, “Beriman kepada Allah SWT dan Jihad di Jalan-Nya. Abu Dzar bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, siapakah orang mukmin yang paling sempurna imannya? Beliau menjawab, " Orang yang paling baik akhlaknya." Aku bertanya, Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, siapakah orang mukmin yang paling selamat? Beliau menjawab, “Orang yang memberikan keselamatan kepada manusia dari lisan dan tangannya. ” Abu Dzar berkata, Aku bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Shalat apakah yang paling utama? Beliau menjawab, “(shalat) yang lama berdiri, berdoa dan memohonnya." Abu Dzar berkata, “Aku bertanya, Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, hijrah seperti apakah yang paling utama? Beliau menjawab: “Orang yang hijrah dari perbuatan jelek menuju perbuatan baik. Abu Dzar berkata, “Aku bertanya, “Wahai Rasulullah S A W, apakah puasa itu? Beliau menjawab, “(Puasa) adalah kewajiban yang mencukupkan. Dan di sisi Allah pelipatgandaan (pahala) yang banyak." Abu Dzar berkata, aku bertanya, “Wahai Rasulullah S A W, jihad apakah yang paling utama? Beliau menjawab, “Orang yang kuda tunggangannya terluka karena sayatan pedang dan darahnya mengalir (berperang di Jalan Allah SWT kemudian tewas). Abu Dzar berkata, “Aku bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, shadaqah apa yang paling utama? Beliau menjawab, “Kesungguhan orang yang punya sedikit harta di dalam menyenangkan orang faqir." Aku bertanya, Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apakah yang paling agung, yang pernah Allah SWT turunkan kepada engkau? Beliau menjawab: “Ayat Kursi." Lalu beliau bersabda, “Wahai Abu Dzar, tidaklah ada langit tujuh berserta Kursi itu kecuali seperti lingkaran yang terdapat di padang pasir. Dan keutamaan ‘Arsy atas Kursi itu adalah seperti keutamaan padang pasir atas lingkaran." Abu Dzar berkata, “Aku bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ada berapakah jumlah nabi seluruhnya? Beliau menjawab, “Seratus dua puluh ribu nabi. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dari jumlah itu, ada berapakah jumlah rasul? Beliau menjawab, “Jumlahnya banyak, yaitu: Tiga ratus tiga belas rasul.” Abu Dzar berkata, “Aku bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, siapakah rasul pertama?” Beliau menjawab, “Adam.” Aku bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apakah seorang nabi itu juga diutus? Beliau menjawab, “Iya, mereka juga diutus untuk umatnya. Allah SWT menciptakannya dengan kekuasaan-Nya, lalu Allah SWT tiupkan kepadanya dari Ruh-Nya, kemudian Allah SWT berbicara dengannya secara berhadapan." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, “Wahai Abu Dzar, empat diantara para rasul berbahasa Suryani, mereka adalah Adam, Syits, Akhnukh (Ia adalah Idris, dan orang yang pertama kali menulis dengan pena), dan Nuh. Sedangkan empat darinya adalah Arab, mereka adalah Hud, Syu ’aib, Shalih, dan nabimu Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, ada berapa kitab suci yang pernah Allah SWT turunkan? Beliau menjawab, " Seratus kitab (berupa shahifah), dan empat kitab suci. Allah SWT turunkan kepada Syits lima puluh shahifah, kepada Akhnukh (Idris) tiga puluh shahifah, kepada Ibrahim sepuluh shahifah, kepada Musa sebelum turunnya Kitab Suci Taurat sepuluh shahifah. Kemudian Allah SWT turunkan Kitab Suci Taurat, Injil, Zabur, dan Al Qur'an.” Abu Dzar berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apa isi Shahifah Ibrahim? Beliau menjawab, “Shahifah Ibrahim berisikan ketauladanan. Isinya sebagai berikut, “Wahai raja yang berkuasa, yang akan hancur, yang terperdaya (dengan dunia), sungguh Aku tidak mengutusmu untuk mengumpulkan seluruh isi dunia, akan tetapi Aku mengutusmu agar kamu tidak menolak doa orang yang teraniaya, karena sungguh doa orang yang teraniaya tidak akan Aku tolak sekalipun itu dari doanya orang kafir. (Aku mengutusmu ) atas orang yang berakal selama ia tidak dikuasai oleh akalnya sendiri, akan terjadi padanya beberapa saat, “Saat dimana ia bermunajat kepada Tuhannya, saat dimana ia bermuhasabah terhadap dirinya, saat dimana ia berfikir tentang ciptaan Allah SWT, dan saat dimana ia tidak mempunyai hajat berupa makanan dan minuman. Dan bagi orang yang berakal, tidak akan melakukan perjalanan kecuali telah siap tiga hal, yaitu bekal untuk kembali, harta (yang ditinggal) di rumah untuk keluarga yang dinafkahi, atau (mencari) kelezatan pada perkara yang tidak di haramkan. Orang yang berakal adalah orang yang melihat (keadaan) zamannya, yang menerima keadaannya, yang menjaga lisannya, dan bila dihitung (antara) pembicaraan dan perbuatannya, maka bicaranya lebih sedikit, hanya bicara seperlunya." Aku bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apa isi Shahifah Musa? Beliau menjawab, "Shahifah Musa berisikan peringatan-peringatan. Isinya sebagai berikut: “Aku heran terhadap orang yang yakin akan datangnya kematian, kemudian ia masih saja bergembira (berfoya-foya). Aku heran terhadap orang yang yakin adanya neraka, kemudian ia masih saja tertawa-tawa. Aku heran terhadap orang yang yakin terhadap takdir, kemudian ia masih saja mengejar-ngejar kedudukan. Aku heran terhadap orang yang yakin terhadap adanya Hisab di akhirat, kemudian dia masih saja tidak beramal. “ Aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, berikanlah aku taushiyah.” Beliau bersabda, “Aku wasiatkan kepadamu untuk selalu bertaqwa kepada Allah SWT. Karena sesungguhnya taqwa adalah inti semua perkara. ” Aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tambahkanlah lagi taushiyah untukku. Beliau bersabda, “Bacalah Al Qur'an, berdzikirlah kepada Allah SWT, karena sesungguhnya hal itu menjadi cahaya untukmu di bumi, dan menjadi bekalmu di akhirat. ” Aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tambahkan lagi taushiyah untukku.” Beliau bersabda, “Hindarilah banyak tertawa, karena sesungguhnya hal itu dapat mematikan hati dan menghilangkan cahaya wajah. ” Aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tambahkan lagi taushiyah untukku.” Beliau bersabda, “Diamlah kamu kecuali dari (pembicaraan) yang baik, karena sesungguhnya hal itu dapat mengusir syetan darimu, dan menjadi penolong atas perkara agamamu. ” Aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tambahkan lagi taushiyah untukku.” Beliau bersabda, “Berjihadlah, karena sesungguhnya hal itu adalah ketaatan umatku.” Aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tambahkan lagi taushiyah untukku.” Beliau bersabda, “Cintailah orang miskin, dan duduklah (temanilah) bersama mereka. ” Aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tambahkan lagi taushiyah untukku.” Beliau bersabda, “(Dalam urusan dunia) Lihatlah orang yang di bawahmu dan jangan lihat orang yang di atasmu. Karena sesungguhnya hal itu lebih pantas agar nikmat Allah SWT tidak diremehkan. ” Aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tambahkan lagi taushiyah untukku. Beliau bersabda, “Berkatalah yang benar, walaupun itu pahit.“ Aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tambahkan lagi taushiyah untukku.” Beliau bersabda, “Cukuplah denganmu aib yang kamu ketahui dari manusia berupa aib yang kamu tidak ketahui dari dirimu, atau kamu temukan atas mereka pada sesuatu yang kamu kerjakan. ” Kemudian beliau memukulkan tangannya atas dadaku, lalu bersabda, “Wahai Abu Dzar, tidak ada akal seperti akal yang dipergunakan untuk berfikir. Dan tidak ada sifat wara ’ seperti menahan diri (dari larangan). Dan tidak ada kehormatan diri seperti kehormatan yang timbul dari budi pekerti yang baik” 81 Abu Hatim RA berkata, “Abu Idris Al Khaulani yang di maksud adalah ‘Aidzullah bin Abdullah. Ia lahir pada tahun hunain pada masa hidupnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan wafat di Syam tahun 80. Yahya bin Yahya Al Ghassani berasal dari Kindah, termasuk penduduk Damaskus. Ia juga termasuk ahli fiqih negeri Syam. Ia mendengar Hadis dari Abu Idris Al Khaulani, saat berumur 15 tahun. Kelahirannya antara tanggal 1-3, pada masa Mu’awiyah bin Yazid tahun 64. Sulaiman bin Malik mengangkatnya sebagai ketua Mahkamah Mosul. Ia belajar dari Sa’id bin Al Musayyab dan penduduk Hijaz. Kedudukannya di Mahkamah Mosul lalu berlangsung hingga diangkatnya Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah. Oleh Umar bin Abdul Aziz, ia masih tetap dipercaya memegang jabatannya, hingga ia wafat pada tahun 133 di Damaskus. [1:2] (HR. Ibnu Hibban, Shahih Ibnu Hibban 361)

Sedangkan di dalam kitab Musnad Ahmad hadits nomor 11349 dinyatakan bahwa takwa adalah pokok segala urusan;

حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ حَدَّثَنَا ابْنُ عَيَّاشٍ يَعْنِي إِسْمَاعِيلَ عَنِ الْحَجَّاجِ بْنِ مَرْوَانَ الْكَلَاعِيِّ وَعَقِيلِ بْنِ مُدْرِكٍ السُّلَمِيِّ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَجُلًا جَاءَهُ فَقَالَ أَوْصِنِي فَقَالَ سَأَلْتَ عَمَّا سَأَلْتُ عَنْهُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ قَبْلِكَ أُوصِيكَ بِتَقْوَى اللَّهِ فَإِنَّهُ رَأْسُ كُلِّ شَيْءٍ وَعَلَيْكَ بِالْجِهَادِ فَإِنَّهُ رَهْبَانِيَّةُ الْإِسْلَامِ وَعَلَيْكَ بِذِكْرِ اللَّهِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْآنِ فَإِنَّهُ رَوْحُكَ فِي السَّمَاءِ وَذِكْرُكَ فِي الْأَرْضِ حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا فِطْرٌ حَدَّثَنِي إِسْمَاعِيلُ بْنُ رَجَاءٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبِي يَقُولُ سَمِعْتُ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ يَقُولُ كُنَّا جُلُوسًا نَنْتَظِرُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ الْحَدِيثَ إِلَّا أَنَّهُ قَالَ فَأَتَيْتُهُ لِأُبَشِّرَهُ قَالَ فَلَمْ يَرْفَعْ بِهِ رَأْسًا كَأَنَّهُ قَدْ سَمِعَهُ

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Husain berkata; telah menceritakan kepada kami Ibnu 'Ayyasy -yaitu Isma'il- dari Al Hajjaj bin Marwan Al Kala'i dan Aqil bin Mudrik As Sulami dari Abu Sa'id Al Khudri bahwasanya ada seorang laki-laki datang kepadanya seraya berkata; "Beri aku nasihat!" Abu Sa'id berkata; "Engkau meminta apa yang aku pernah memintanya kepada Rasulullah ﷺ sebelummu! Aku wasiatkan kepadamu untuk selalu bertaqwa kepada Allah, karena taqwa adalah pokok segala sesuatu, hendaklah engkau berjihad karena itu adalah rahbaniyyah (kependetaan) dalam Islam. Hendaklah engkau selalu mengingat Allah dan membaca Al Qur`an, karena itu adalah tourmu ke langit dan dzikirmu di bumi." Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim berkata; telah menceritakan kepada kami Fithr berkata; telah menceritakan kepadaku Isma'il bin Raja` berkata; aku mendengar Bapakku berkata; aku mendengar Abu Sa'id Al Khudri berkata; "Kami duduk-duduk menunggu Rasulullah ﷺ, lalu ia menyebutkan hadits tersebut. Hanya saja ia menyebutkan; "Aku menemuinya untuk memberikan kabar gembira ini, " ia berkata lagi, "Namun dia tidak mengangkat kepala seakan-akan dia sudah mendengar hadits ini."(HR. Ahmad, Musnad Ahmad: 11349)

Sedangkan di dalam kitab Sunan Tirmidzi hadits nomor 2607 dan Mujam Thabarani Kabir 2267 disebutkan bahwa kalimat yang merangkum itu semua hadits adalah bertakwa kepada Allah dalam hal-hal yang kamu ketahui;

حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ عَنْ سَعِيدِ بْنِ مَسْرُوقٍ عَنْ ابْنِ أَشْوَعَ عَنْ يَزِيدَ بْنِ سَلَمَةَ الْجُعْفِيِّ قَالَ قَالَ يَزِيدُ بْنُ سَلَمَةَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي قَدْ سَمِعْتُ مِنْكَ حَدِيثًا كَثِيرًا أَخَافُ أَنْ يُنْسِيَنِي أَوَّلَهُ آخِرُهُ فَحَدِّثْنِي بِكَلِمَةٍ تَكُونُ جِمَاعًا قَالَ اتَّقِ اللَّهَ فِيمَا تَعْلَمُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ لَيْسَ إِسْنَادُهُ بِمُتَّصِلٍ وَهُوَ عِنْدِي مُرْسَلٌ وَلَمْ يُدْرِكْ عِنْدِي ابْنُ أَشْوَعَ يَزِيدَ بْنَ سَلَمَةَ وَابْنُ أَشْوَعَ اسْمُهُ سَعِيدُ بْنُ أَشْوَعَ

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Hannad telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas dari Sa'id bin Masruq dari Ibnu Asywa' dari Yazid bin Salamah Al Ju'fi ia berkata; Yazid bin Salamah berkata; "Wahai Rasulullah, aku telah mendengar banyak hadits dari anda, aku takut akan lupa awal dan akhirnya, maka beritahukanlah kepadaku suatu kalimat yang merangkum itu semua!." Beliau menjawab: "Bertaqwalah kepada Allah dalam hal-hal yang kamu ketahui." Abu Isa berkata; Hadits ini sanadnya tidak muttashil (tidak bersambung), hadits ini menurut saya mursal, menurut saya Ibnu Asywa' tidak bertemu dengan Yazid bin Salamah. Nama Ibnu Asywa' adalah Sa'id bin Asywa'.(HR. Tirmidzi, Sunan Tirmidzi; 2607)

Dari beberapa ayat dan hadits di atas dapat diperoleh beberapa unsur utama, yang dapat digunakan sebagai dasar dalam merumuskan definisi/ pengertian taqwa, unsur-unsurnya antara lain; berupa ilham (ruhani), ingat, sadar, ketaatan kepada Allah, ada di dalam qalbu (ruhani), adanya kesungguhan, bertingkat-tingkat, merupakan inti dalam beragama.

Dengan demikian taqwa dapat didefinisikan sebagai tingkat kesadaran ruhani untuk mengingat Allah dan kesungguhan untuk mentaati Allah dengan mengamalkan agama Allah secara menyeluruh hingga sampai pada intinya.

Dengan rumusan definisi taqwa tersebut, taqwa dapat mencakup semua tingkat pemahaman agama; bayani, burhani dan ‘Irfani, dapat mencakup tingkat pengamalan agama; syariat, thariqat, ma’rifat dan haqiqat, juga dapat mencakup semua tingkatan ilmu; fiqh, aqidah, akhlaq hingga Tasawuf, serta dapat mencakup semua tingkatan kesadaran agama; islam, iman dan ihsan.

Pemahaman Taqwa Dengan Benar
Merupakan Awal Pengamalan Taqwa Dengan Sebenar-benarnya

Pengamalan amal ibadah yang didasari ketaqwaan yang benar, bukan dengan cara mempelajari amal ibadah yang benar secara syariat sehingga kemudian dapat menghasilkan ketaqwaan. Tetapi pengamalan amal ibadah yang didasari ketaqwaan yang benar hanya akan dapat dikerjakan, jika pelakunya telah memiliki pemahaman yang benar tentang taqwa kemudian mengamalkan amal ibadahnya yang benar berdasar ketaqwaan.

Memahami istilah Agama, pengertian taqwa menurut para ulama’ dan identifikasi berdasar ayat Al Quran serta redefinisi taqwa di atas merupakan bagian dari gambaran singkat pengertin taqwa, pada bab berikutnya akan dikemukakan gambaran menyeluruh tentang sempurnanya konsep taqwa, yang mencakup semua tingkat kesadaran beragama seseorang. Setelah memahami gambaran menyeluruh tentang taqwa, in syaa Allah seseorang akan dapat menerima dan memahami definisi singkat tentang taqwa yang telah dikemukakan di atas.

Sebagai Bukti Cinta Kami Kepada Allah, Rasul-Nya Dan Sesama Umat Islam.

Hasil penelitian ini kami hadiahkan untuk seluruh umat muslim di manapun berada, agar dapat dijadikan sebagai dasar dalam memahami dan mengamalkan Taqwa secara menyeluruh.

Hadiah dapat diunduh di tombol berikut, In Syaa Allah bermanfaat ...